Transhipper berperan penting mengirimkan cupang ke konsumen di luar negeri.
Anton Gradiyanto SKom senang bukan kepalang karena pembeli dari Amerika Serikat meminati cupang miliknya. Pada akhir 2014 itu kali pertama Anton mendapat konsumen mancanegara. Semula warga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, itu melego cupang ke pehobi di tanahair. Pembeli dari Negeri Abang Sam itu bukan kebetulan. Sebelumnya Anton memasang iklan di grup jual beli cupang di Amerika Serikat pada medio 2014.
Ia menyasar pasar luar negeri karena harga cupang lebih tinggi dibandingkan dengan dalam negeri. “Misal harga cupang di dalam negeri Rp100.000, ikan yang sama bisa dilego Rp350.000 di luar negeri,” kata Anton. Ia memasarkan ikan anggota famili Osphronemidae itu melalui media sosial. Alasannya, “Bisa menarik pehobi baru bahkan orang awam yang belum mengenal ikan”, kata pria berumur 23 tahun itu.
Perantara
Hasil penelitian Melly Widiaty dari Fakultas Pertanian, Insititut Pertanian Bogor (IPB) membuktikan, penggunaan internet untuk pemasaran efisien dan menekan biaya lebih rendah serta konsumen lebih mudah mengetahui informasi terbaru dari peternak. Hasil penelitian Dwi Hertanto dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB menunjukkan, penggunaan internet juga memudahkan konsumen untuk membeli produk tanpa keluar rumah.
Ketika memulai budidaya cupang, Anton berusaha mendapatkan kepercayaan dari konsumen agar ikan terjual. Ia kerap menampilkan foto ikan terjual dan siap kirim di beranda media sosial. Anton juga mengganti ikan jika cupang mati di tangan pembeli atau memberikan garansi. Cara itu dapat menaikkan kepercayaan calon konsumen. Buktinya kini ia melego 50—100 cupang sebulan. Sebelumnya Anton hanya menjual kurang dari 40 ikan per bulan.
Pengiriman faktor vital dalam bisnis cupang. Ia lazim mengirimkan cupang di dalam negeri, tapi belum pernah ke luar negeri. Beruntung sang pembeli dari Amerika Serikat menjelaskan tata cara pengiriman cupang ke mancanegara. Saat itu Anton mesti mengirimkan ikan melalui jasa pengiriman ke berbagai negara (transhipper). Orang yang berperan sebagai transhipper sejatinya menjembatani kepentingan penjual dan pembeli.
Menurut praktikus cupang sekaligus transhipper, Hermanus J Haryanto, pengiriman cupang melalui transhipper relatif baru, mulai marak sejak 2014. Peran transhipper sangat penting karena mengirimkan ikan dari penjual di Indonesia ke pembeli di negara tujuan. “Tanpa transhipper tidak bisa mengirim ikan ke luar negeri,” kata Hermanus. Pengiriman melalui pos atau jasa pengiriman lainnya ilegal.
Menurut juri International Betta Congress (IBC) itu, sejak kejadian runtuhnya menara kembar World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat, pengiriman ikan mesti melalui transhipper. Sebelum era transhipper, pengiriman ikan ke luar negeri bisa menggunakan layanan kantor pos. Anton sangat terbantu dengan adanya layanan jasa pengiriman antarnegara.
Cegah ikan mati
Apalagi sejak 2014 mayoritas konsumen pria kelahiran Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, itu berasal dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Hongkong, Filipina, dan Malaysia. Anton mempercayakan pengiriman cupang ke luar negeri melalui Hermanus sejak awal 2015. “Saya pilih Hermanus karena pelayanan handling bagus,” kata alumnus Teknik Informatika Institut Sains Terapan dan Teknologi Surabaya itu.
Hermanus memang sangat memerhatikan kondisi ikan. Ia memberikan air dan plastik baru sebelum ikan dikirim ke bandara. Alumnus Universitas Bina Nusantara itu juga tidak mengirim ikan mati dan segera menghubungi penjual. Selanjutnya penjuallah yang berkomunikasi dengan pembeli. Pengiriman melalui transhipper pun relatif sederhana. Penjual dan pembeli di luar negeri menyepakati harga.
Setelah itu penjual menghubungi transhipper dan mencari tahu jadwal pengiriman ke negara tujuan. Lalu penjual mengemas ikan dan mengirim ke transhipper. Hermanus menyarankan pembeli dari luar Jakarta mengirimkan ikannya H-4 sebelum keberangkatan. Setelah semua ikan terkumpul, Hermanus memasukkan ikan ke dalam boks stirofoam dan membawanya ke bandara.
Untuk tujuan Kanada paket tiba di transhipper di negara tujuan dua hari pascakeberangkatan. Selanjutnya transhipper negara tujuan yang mendistribusikan ikan sesuai alamat. Hermanus menjadi transhipper sejak 2014 karena ajakan kawan dari Amerika Serikat. Semula ia tidak berniat menjadi transhipper karena itu perkerjaan yang menyita waktu. Namun akhirnya ayah tiga anak itu bersedia karena tergerak membantu penjual di Indonesia.
“Jadi peran transhipper tidak murni bisnis,” kata pria kelahiran Palembang 1964 itu. Buktinya ia beberapa kali menombok ongkos pengiriman jika jumlah ikan kurang dari kuota. Lazimnya saat musim dingin di negara-negara Eropa dan Amerika jumlah pembeli menurun. Hermanus tetap mengirimkan ikan meski kuota tidak terpenuhi untuk menjaga kepercayaan pembeli dan penjual.
Pelayanan itu membuat penjual yang menggunakan jasa Hermanus cenderung meningkat dari semula 15 orang menjadi lebih dari 200 penangkar. Penjual mesti tahu pengiriman melalui transhipper langsung ke negara tujuan atau transit di negara tertentu. Itu untuk menghindari ikan mati karena waktu pengiriman yang lama. Sekitar 1—2 ikan Anton mati saat ia pertama kali mengirim cupang ke luar negeri. “Saya sangat kecewa karena sudah mengeluarkan biaya handling,” kata Anton.
Menurut Hermanus ikan mampu bertahan sepekan dalam keadaan puasa jika kondisi cupang sehat. Jadi pastikan ikan agresif itu sehat dan prima sebelum pengiriman. Dengan demikian pembeli di negeri seberang memperoleh ikan-ikan cupang dalam kondisi terbaik. Kepuasan mendorong mereka untuk memesan kembali ikan elok itu. (Riefza Vebriansyah)