Upaya mencegah serangan busuk daun yang meningkat pada musim hujan.
Trubus — Ridwan waswas ketika September—Oktober 2020 curah hujan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, relatif tinggi. Tanda kemarau basah. Petani kentang itu mengatakan, kondisi kemarau basah amat mendukung serangan penyakit busuk daun. Tahun lalu ia mengalami serangan penyakit itu hingga hasil panen anjlok 20%. Produksi anjlok 20% itu bila tanaman terserang ketika berumur 25 hari.
Ketika itu tanaman anggota keluarga Solanaceae itu masih dapat menumbuhkan tunas baru setelah pengendalian. Namun, jika serangan terjadi pada umur tanaman lebih dari 40 hari, panen makin kecil. Pada umur itu tanaman memasuki fase generatif dan fokus pada pertumbuhan umbi. Ridwan biasanya memanen 8 ton umbi kentang dari lahan 2.800 m2. Akibat serangan busuk daun, ia hanya menuai 6.400 ton kentang.
Musim hujan
Menurut wirausahawan bidang pertanian Satria Prima Budi Utama,S.P., M.P., M.Sc., serangan awal Phytophthora infestans menimbulkan gejala bercak kecil berwarna hijau keabu-abuan pada permukaan daun. Alumnus Biological Science and Technology, National Pingtung University of Science and Technology, Taiwan, itu mengatakan, pada serangan yang lebih parah, bercak itu berubah menjadi hitam. Lama-kelamaan tanaman menjadi busuk dan mati.
Cendawan berkembang biak secara seksual maupun aseksual atau keturunan dari genetika sel kelamin tunggal. “Spora hasil reproduksi seksual pada kondisi yang mendukung akan menginfeksi jaringan tanaman kentang,” kata pria kelahiran 7 Maret 1995 itu yang mendirikan CV Lancar Makmur Agro itu. Bila ketahanan tanaman lemah, pada saat itulah cendawan makin virulen dalam menyerang tanaman.
Menurut fungsional POPT Ahli Muda Direktorat Perlindungan Hortikultura, Hendry Puguh Susetyo, S.P., M.Si., penyakit cepat berkembang di lahan bersuhu 18-21oC dengan kelembapan udara tinggi atau di atas 80% (baca: Lodoh Pencuri Laba Petani halaman 90—91). Saat kemarau basah, kelembapan juga tinggi. Menurut peneliti madya di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Ineu Sulastrini, S.P., penyakit busuk daun kerap muncul pada pergantian musim.
“Satu titik terserang. Apabila terjadi hujan setelahnya dalam seminggu bisa habis semua,” kata alumnus Fakultas Pertanian, Universitas Bandung Raya itu. Perempuan kelahiran 10 Januari 1961 itu mengatakan cendawan Phytophthora infestans, pemicu penyakit busuk daun atau lodoh, menular melalui udara dan percikan air. Menurut Ineu serangan pada tanaman dewasa tidak terlalu parah karena umbi masuk ke fase pengerasan kulit, bukan pertumbuhan lagi.
Mencegah serangan
Ineu mengatakan, kerugian akibat serangan cendawan anggota famili Pythiaceae itu mengakibatkan kerugian 100% alias gagal panen. Oleh karena itu, pencegahan upaya paling tepat. Menurut Satria faktor abiotik memengaruhi kemampuan cendawan menyerang. Kondisi ekstrem lingkungan dapat mengakibatkan tanaman melakukan pertahanan atau malahan kalah oleh cendawan.
Menurut Satria petani dapat mencegah serangan cendawan anggota kelas Oomycetes itu dengan manipulasi lingkungan seperti penggunaan mulsa plastik hitam perak pada budidaya kentang. Mulsa plastik dapat membantu menjaga kelembapan tanah. Pencucian hara tanah dan pemadatan tanah dapat terhindar berkat mulsa. Itulah sebabnya kesehatan tanah tidak mendukung perkembangan cendawan.
Upaya pencegahan lain dengan musuh alami seperti Trichoderma sp. Jenis yang lazim dijumpai di Indonesia antara lain Trichoderma aureoviride, T. hamatum, T. harzianum, T. koningii, T. longibrachiatum, dan T. psudokoningii. Trichoderma spp. merupakan cendawan asli tanah yang menguntungkan karena bersifat antagonis tinggi terhadap cendawan patogen tanaman budidaya. Menurut periset di Jurusan Biologi Universitas Diponegoro, Susiana Purwantisari, mekanisme pengendalian yang bersifat spesifik target dan mampu meningkatkan produksi tanaman.
Menurut Purwantisari pemberian Trichoderma spp. melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih, atau melalui kompos. Selain itu membiakkan Trichoderma spp. secara massal juga relatif mudah, mudah disimpan dalam waktu lama. Namun, jika cendawan telanjur menyerang melebihi ambang ekonomi Ridwan menggunakan fungisida untuk mengendalikannya.
Ridwan melarutkan 250 gram fungsida berbahan aktif fluopikolid 6% dan propineb 66.7% itu ke dalam 1 drum atau setara dengan 20 liter air. Ridwan mengaplikasikan fungisida perdana pada tanaman berumur 20 hari. Penyemprotan terakhir pada tanaman berumur 90 hari. Interval penyemprotan setiap 5 hari pada musim hujan atau 8 hari saat kemarau. ((Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol/ Peliput: Sinta Herian Pawestri)