Serangan cendawan Phytophthora infestans menurunkan panen hingga 90%. Pengamatan dan pencegahan menjadi kunci.
Trubus — Penyakit mematikan akibat kehadiran Phytophthora infestans itu mengirimkan bukti serangan berupa titik atau bercak kehitaman seperti gosong di tepi daun. Ayi Gunawan menghadapi serangan itu di lahan kentang pada 2017. Akibat serangannya, panen di lahan petani di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, itu anjlok 40%.
Para petani di Garut menyebutnya lodoh mengacu pada permukaan daun yang rusak berair. Bila tak segera ditangani, lodoh menjalar pada daun lain, batang, hingga pucuk tanaman. Menurut Ayi tanaman berumur 30 hari setelah tanam (hst) rentan terserang P. infestans. Jika terlambat menyemprotkan fungisida berdampak fatal. Sejak itu, Ayi waspada menjaga kentang dari serangan cendawan busuk daun.
Terbawa ke gudang
Menurut Grower Marketing PT Bayer Indonesia, Ir. Ratna Indah Cahyaningsih, busuk daun akibat Phytophthora infestans salah satu penyakit penting dalam budidaya kentang. Penyakit busuk daun sangat merugikan karena menyerang hampir semua bagian tanaman dari daun, batang, sampai ke umbi. Serangan meningkat dan menyebar dengan cepat terutama pada musim hujan.
Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) Ahli Muda Direktorat Perlindungan Hortikultura, Hendry Puguh Susetyo, S.P., M.Si., mengatakan, penyakit cepat berkembang di lahan bersuhu 18-21oC dengan kelembapan udara tinggi atau di atas 80%. Kelembapan tinggi itu terjadi pada musim hujan atau Desember—Februari. Kondisi itu lazimnya di dataran tinggi yang menjadi sentra kentang di Indonesia.
Penyakit busuk daun yang berasal dari Pegunungan Andes itu menyerang tanaman berumur 5 – 6 pekan setelah tanam. Menurut periset di Balai Penelitian Tanaman Sayuran Prof. Dr. Ir. Ati Srie Duriat gejala serangan busuk daun berupa bercak basah di tepi atau tengah daun. Bercak itu melebar sehingga membentuk daerah berwarna cokelat atau abu-abu, bagian tengaa agak gelap dan agak basah.
Petani kentang di Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Ayi Gunawan.Di bagian bercak itu terdapat massa sporangium mirip tepung berwarna putih berlatar belakang hijau kelabu. Serangan penyakit busuk daun berpotensi menyebar ke bagian lain dari tanaman kentang seperti tangkai, batang, dan umbi kentang. Celakanya cendawan anggota famili Pythiaceae itu mampu bertahan hidup di dalam umbi kentang. Itulah sebabnya infeksi pada umbi kentang juga dapat berpotensi terbawa sampai ke gudang penyimpanan.
Serangan busuk daun dengan intensitas serangan yang berat menghancurkan pertanaman kentang. Ratna menuturkan, “Bila terlambat mengendalikan maka dapat merusak seluruh tanaman, kerugian dapat mencapai 90% bahkan gagal panen.” Alumnus Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor itu menekankan pentingnya pemantauan tanaman, pencegahan, dan pengendalian sejak awal.
Musim hujan
Ayi Gunawan menjaga kentang dengan menyemprotkan fungisida pada umur 20 hari. Menurut petani berumur berusia 42 tahun itu penyakit itu muncul tak kenal musim. “Pada musim kemarau dan hujan kentang bisa terkena lodoh kalau tidak teliti. Terutama di daerah lembap,” kata Ayi. Pada musim hujan potensi serangan penyakit itu lebih tinggi daripada saat kemarau.
Pantas interval penyemprotan pada musim hujan 5 hari sedangkan kemarau 7—8 hari. Penyemporotan itu hingga tanaman berumur 90 hari. Tanaman Solanum tuberosum panen pada umur 120 hari. Ayi menerapkan serangkaian penanganan busuk daun yakni dengan Antracol 70 WP, Trivia 73 WP, dan Previcur N. Ratna mengatakan, Antracol 70 WP berbahan aktif propineb 70%.
Trivia 73 WP berbahan aktif fluopikolid 6% dan propineb 67%. Adapun Previcur N terbuat dari bahan aktif propamokarb hidroklorida 722 gram/liter.
Pada umur 20—30 hst, aplikasikan Antracol dengan konsentrasi 1,5—2,5 gram per liter. Setelah umur 30 hari, petani dapat mencampurkan Antracol 1,5—2,5 gram/liter, Trivia 1 gram/liter, dan Previcur 1 ml/liter.
Mengamankan kentang dari serangan busuk daun upaya menjaga produksi tetap stabil. Itu karena konsumsi kentang di Indonesia pada 2018 mencapai 2,28 kg per kapita per tahun. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) itu menunjukkan kenaikan tapi tidak signifikan dari tahun sebelumnya yakni 2,22 kg per kapita per tahun. Saat kebutuhan konsumsi meningkat, luas panen kentang pada 2019 justru menurun 0,67% dari tahun sebelumnya yakni 68.223 hektare.
Kabar baiknya, tren produksi kentang meningkat pada tiga tahun terakhir. Produksi nasional pada 2019 mencapai 1,3 juta ton atau naik 2,33% daripada tahun sebelumnya. Produktivitas lahan pun meningkat 3,02% pada 2019 menjadi 19,27 ton per hektare. Itu bukti upaya peningkatan produksi oleh petani membuahkan hasil. Jawa Barat provinsi ketiga terbesar yang menghasilkan 245.418 ton kentang pada tahun 2019. (Sinta Herian Pawestri)