Saturday, September 14, 2024

Prediksi Vanili Harga Bagus Hingga 2028

Rekomendasi
- Advertisement -
Harga vanili kering di tingkat pekebun mencapai Rp5 juta per kg.

Fluktuasi harga vanili akibat pasokan dan permintaan tak sepadan. Harga terus membaik hingga 5—10 tahun mendatang.

Pada September 2018 harga vanili di tingkat pekebun di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, membubung hingga Rp600.000 per kg segar. Vanili kering lebih fantastis, harga mencapai Rp5 juta per kg. Sekilogram vanili kering berasal dari 8—10 kg segar. “Sepanjang sejarah inilah rekor harga tertinggi vanili,” ujar John S. Tumiwa, eksportir vanili di Jakarta. Pada 2016 harga vanili di tingkat pekebun hanya Rp250.000 per kg segar.

Setahun berselang, harga meningkat menjadi Rp400.000—Rp500.000 per kg. John mengatakan pekebun mulai panen vanili pada Mei 2018 dan panen raya pada Agustus—Oktober 2018. Hingga November 2018 masih ada sisa panen. Direktur PT Dwipa Java Spices itu memprediksi harga sekilogram polong vanili kelas 1 berkualitas prima bakal mencapai Rp6,2 juta di tingkat pekebun.

Harga membaik

Di pasar dunia harga vanili mencapai US$500 setara Rp7,44 juta dengan kurs saat ini US$1=Rp14.881. John memperkirakan harga vanili 5—10 tahun mendatang juga akan stabil, bahkan meningkat. Menurut John penyebab harga terus membaik karena sentra di Madagaskar rusak, permintaan vanili yang meningkat, dan kesadaran pekebun untuk menghasilkan vanili berkualitas juga terus meningkat. John membina petani vanili di beberapa sentra di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Pekebun di Provinsi Papua memanfaatkan lahan untuk budidaya vanili.

Jika petani vanili Indonesia serius dan menjaga kualitas vanili sesuai standar mutu dunia. “Di pasaran dunia pun komoditas ini masih banyak dicari,” kata John. Ia mengatakan, peningkatan harga itu karena permintaan pasar kian meningkat. Penggunaan vanili meluas ke berbagai aspek pasar seperti produsen makanan, minuman, dan produsen minyak wangi. Sering kali perkembangan pasar vanili tidak stabil, sehingga harga fluktuasi.

John S Tumiwa, direktur PT Dwipa Java Spices dan eksportir vanili di Jakarta.

Pemicu lainnya adalah terjangan topan enawo di Madagaskar. Peristiwa pada Maret 2017 itu menghancurkan sepertiga tanaman vanili di negeri itu. Dampaknya produksi vanili negara di timur benua Afrika itu pun anjlok. Selama ini Madagaskar merupakan produsen vanili terbesar di dunia. Negara itu memasok hampir 70% atau sekitar 1.500 ton vanili per tahun.

Kelangkaan pasokan vanili di pasar dunia itu memicu harga melambung. Hukum pasar pun berlaku. Jika terjadi kelangkaan komoditas, maka harga naik. Namun, ketika komoditas berlimpah, maka harga akan turun drastis. Pekebun di Desa Dulamayo, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Nudin Aliwu, mengatakan hal serupa. Nudin mengatakan, “Ini adalah hal yang biasa dalam hukum pasar. Masyarakat sudah ramai-ramai menanam Vanili. Bisa jadi ketika musim panen tiba, harganya akan turun.”

John S. Tumiwa mengatakan, sejatinya gejolak harga komoditas bahan alam apa pun, termasuk vanili, murni dipicu ketimpangan pasokan dan permintaan. Kelangkaan memicu harga tinggi. Harga tinggi menarik banyak pekebun merawat kembali tanaman lama atau menanam tanaman baru. Pasokan mengalir, harga terkoreksi. Saat tanaman baru berproduksi, pasokan membanjir dan harga anjlok.

Ketika harga rendah membuat pekebun malas merawat, bahkan mencabut tanaman vanili. Memburuknya kondisi vanili di sentra memang sangat disayangkan. Sebab menurut John, prospek vanili sangat baik. Pasokan ke pasar makin berkurang sehingga harga kembali tinggi, demikian seterusnya. “Akhirnya terbentuk lingkaran setan siklus harga,” kata John. Siklus itu akan berdampak setelah 10—15 tahun.

John mengatakan, ketika harga menjulang maka konsumen tetap vanili alam, terutama produsen makanan dan minuman, beralih sementara ke vanili sintetis. Pertimbangannya harga vanili sintetis lebih murah. John mengajak semua pihak—pekebun, pengepul, eksportir—untuk konsisten agar pasokan stabil dan harga ajek. Menurut eksportir sejak 1986 itu harga wajar polong segar di kebun berkisar Rp500.000—Rp600.000 per kg. Di tingkat eksportir, harga vanili kering mencapai Rp4,5— Rp5 juta per kg.

Harga vanili kering di tingkat pekebun mencapai Rp5 juta per kg.

Kalau pasokan ajek, harga di kebun tidak akan turun kurang dari Rp400.000 per kg. Vanili dari Sulawesi Utara memiliki kualitas nomor satu di Indonesia. Oleh karena itu, sangat wajar jika harganya mahal. “Terkait kualitas vanili, kita bersaing dengan vanili dari Bali. Tapi tetap Vanili dari Sulawesi Utara yang unggul,” ujarnya. Untuk itu, John mengajak petani agar rajin menanam.

Pasar ekpor vanili cukup besar utamanya ke negara Eropa dan Amerika Serikat (AS). Pesanan vanili kering ke Amerika Serikat mencapai 10 ton per bulan. Kini permintaan dunia mencapai 2.000 ton per tahun. Direktur PT Dwipa Java Spices itu mengatakan, petani, pengumpul, eksportir, serta tata niaga dalam sistem pasar menentukan kualitas pasar vanili. John menghargai vanili berkualitas.

“Contohnya, saat ini harga vanili di tingkat petani mencapai Rp600.000 per kg basah. Kami berani membayar lebih pada mitranya mencapai Rp800.000 per kg basah,” ujar John. Hal itu berdampak sistemik bagi pendapatan dan kesejahteraan para petani vanili. Oleh karena itu, petani diimbau terus menjaga kualitas panen secara baik. Menurut John S Tumiwa sejatinya pasar dunia menggemari vanili Indonesia.
Syaratnya pemanenan dan pengolahan pascapanen vanili sesuai prosedur. “Pembeli terus meminta kiriman, tetapi kami tidak berani menyanggupi karena pasokan dari daerah tidak menentu jumlah maupun mutunya,” kata John.

Kualitas Vanili Jadi Kunci

Hasil budidaya hingga pascapanen mempengaruhi kualitas polong vanili.

Menghasilkan vanili bermutu salah satu upaya memperoleh harga bagus. Namun, acap kali pekebun menghasilkan vanili sekadarnya. Pekebun di Desa Dulamayo, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Nudin Aliwu, mengatakan pemicu anjloknya harga vanili adalah proses budidaya dan panen yang tak mudah. Dampaknya petani enggan merawat vanili dan pasokan pun langka.

Selain itu, harga turun lantaran rendahnya kualitas vanili petani. Nudin mengatakan, banyak pekebun baru yang menangani pascapanen vanili seperti pascapanen jagung atau padi. Mereka menjemur vanili di bawah sinar matahari secara langsung. Menurut purnatugas peneliti vanili di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor, Prof. Mesak Tombe, vanili tidak bisa dijemur langsung di bawah sinar matahari. Namun, penjemuran vanili harus melalui proses fermentasi. “Pasar luar negeri menerima vanili kering dari hasil fermentasi dengan kadar air maksimal 12—15%,” ujar Mesak. (Tiffani Dias Anggraeni)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Belantara Foundation Gelar Webinar Internasional Bertajuk Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan

Trubus.id–Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi FMIPA, Prodi Pendidikan Biologi FKIP, dan Lembaga...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img