Trubus.id — Stevia termasuk komoditas substitusi gula. Hal ini karena memiliki rasa yang manis. Bahkan, tingkat kemanisannya lebih tinggi dibandingkan gula rafinasi. Kendati demikian, tanaman pemanis ini minim kalori sehingga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes.
Bukan hanya bermanfaat dari sisi kesehatan, melainkan dari sisi bisnis terbilang menjanjikan. Menurut Maryoristilaar, petani stevia di Desa Kolongan Atas II, Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, permintaan stevia di dalam dan luar negeri sangat tinggi.
Namun, Yoris mengaku belum sanggup memenuhi permintaan itu. Ia mencontohkan permintaan per bulan, baik dari pasar domestik maupun mancanegara masing-masing mencapai 200 ton stevia kering. Lazimnya, pasar domestik permintaan dari pabrik jamu, es krim, kue, dan kecap.
“Produksi kami belum mampu memenuhi permintaan itu. Untuk ekspor saja produksi kami baru mampu memenuhi 3 ton yang saya kirim ke Korea Selatan. Jadi, prospek stevia ini sangat bagus sekali,” kata Yoris.
Apalagi masa panen perdana stevia terbilang cepat, yakni umur 6 bulan setelah tanam dari benih sudah bisa dipanen. Kelebihannya lagi, petani bisa memanen stevia berkali-kali lipat. Hal ini karena masa produktif stevia bisa sampai 6 tahun lamanya.
“Petani bisa memanen stevia setiap bulan sekali, hingga 6 tahun. Cara panennya cukup dipangkas kemudian akan tumbuh tunas baru lagi, begitu seterusnya,” tuturnya.
Yoris mengatakan budidaya stevia terbilang mudah. Namun perawatan intensif menjadi kunci agar tanaman tumbuh optimal dan hasil panen maksimal. Menurutnya, dalam penanaman stevia yang perlu diperhatikan adalah pemupukan.
Dalam budidaya stevia, Yoris murni menggunakan pupuk organik. Ia memanfaatkan pupuk kandang yang telah diolah dan difermentasi sampai pupuknya matang sehingga siap untuk diberikan ke tanaman.
Selain itu, Yoris juga menggunakan mulsa plastik hitam perak untuk mencegah pertumbuhan gulma. Gulma menjadi pesaing stevia dalam perebutan nutrisi dari pupuk. Penggunaan mulsa efektif mengurangi pertumbuhan gulma sehingga stevia bisa tumbuh optimal.
“Namun, saya juga tetap rutin melakukan penyiangan gulma setiap sepekan sekali,” jelasnya.
Adapun untuk hama yang sering menyerang tanaman stevia adalah belalang. Biasanya, belalang menyerang tanaman stevia pada malam hari. Serangan belalang mengakibatkan batang rusak dan daun berlubang.
Namun, menurut Yoris, serangan belalang tidak berisiko membuat gagal panen. Ia mengatasi hama belalang dengan pestisida organik yang diolahnya sendiri. Bahan baku yang digunakan adalah bawang putih dan jahe. Kedua bahan itu ditumbuk, lalu direbus. Selanjutnya, dicampur dengan air dan diaplikasikan ke tanaman stevia dengan penyemprotan.
“Kalau musim hujan, akar stevia rentan terserang jamur kapang putih. Namun, serangan itu juga tidak signifikan, masih bisa diatasi,” paparnya.
Setelah melakukan perawatan intensif, petani bisa memanen stevia. Adapun setelah pemanenan harus segera dilakukan pengeringan. Hal ini karena daya simpan stevia pendek jika tidak segera dikeringkan.
Yoris mengeringkan stevia menggunakan solar dryer. Itu memudahkannya dalam proses pengeringan. Masa pengeringan membutuhkan waktu 2 hari jika sinar matahari terik berturut-turut. Namun, jika masuk musim hujan, bisa 4–5 hari baru bisa kering.
Kelebihan menggunakan solar dryer di antaranya ketika malam atau tiba-tiba hujan tidak perlu memasukkan stevia ke gudang. Stevia yang sedang dikeringkan juga akan terlindungi dari debu dan binatang.
“Untuk tingkat kering standarnya kadar air yang ideal adalah12 persen. Kalau lebih dari itu, stevia akan berjamur,” tuturnya.
Setelah benar-benar kering, stevia bisa simpan di dalam plastik yang kedap udara. Masa simpan bisa tahan hingga satu tahun. Petani pun sebetulnya bisa langsung menjual stevia yang kering ke konsumen. Kalau pun mau, mengolahnya menjadi serbuk juga bisa.