Trubus.id–Serangan apthouvirus pada ternak mengakibatkan penyakit mulut dan kuku (PMK). Tingkat penularan sangat cepat.
Dokter hewan alumnus Institut Pertanian Bogor, drh. Ifan Aria Munandar menuturkan pembatasan mobilitas lalu lintas ternak dan orang berkunjung ke kandang salah satu upaya pencegahan.
Upaya lain menurut Munandar yakni dengan mengarantina sapi baru yang datang dari pasar selama dua pekan.
“Alasannya masa inkubasi virus itu 14 hari,” ujar dokter hewan di Kabupaten Garut, Jawa Barat itu.
Pascakarantina peternak dapat memasukkan sapi baru itu ke kandang utama. Dosen di Program Studi Peternakan, Universitas Sebelas Maret, drh. Endang Tri Rahayu, M.P., menyarankan pencegahan dengan menjaga kebersihan kandang, tempat makan dan minum, serta badan ternak.
Ia menuturkan bahwa pembersihan bisa menggunakan disinfektan. Menurut Endang manusia bisa menjadi perantara penularan penyakit mulut dan kuku itu ke ternak lain.
Penularan itu terjadi saat membersihkan diri setelah kontak dengan ternak positif penyakit mulut dan kuku (PMK). Kadang-kadang virus menempel di baju, sepatu, atau peralatan lain.
“Setelah kontak dengan ternak sebaiknya berganti pakaian,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menuturkan bahwa upaa pencegahan lain dengan vaksinasi aphthae epizootica (AE) atau PMK. Vaksinasi itu untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku saat pertama kali terdeteksi di Indonesia pada 1887.
Ia menuturkan bahwa, saat Indonesia dinyatakan bebas PMK pada 1990-an pemberian vaksinasi pada ternak tetap dilakukan. Namun, volume pemberiannya berkurang.
Menurut Endang vaksinasi mencegah penularan penyakit mulut dan kuku hingga 80–90%. Vaksinasi untuk ternak yang sehat supaya penyakit tidak masuk.
Adapun vaksinasi untuk ternak yang terinfeksi penyakit dilakukan setelah sembuh. Masa penyembungan sapi 21 hari, di luar masa inkubasi 14 hari.
“Saat ternak sudah tidak punya gejala PMK bisa dinyatakan sehat dan bisa diberikan vaksinasi,” ujar Endang.
Menurut Endang setiap penyakit akibat virus belum ditemukan obatnya. Oleh karena itu, upaya yang bisa dilakukan dengan mengarantina ternak dan mengobati secara simtomatik.
“Pengobatan untuk menurunkan rasa sakit akibat luka yang diderita sapi,” ujar Endang.
Caranya dengan mengobati setiap gejala penyakit pada ternak seperti penyembuhan luka mulut, kuku, dan menurunankan demam.
Pengobatan
Misalnya peternak mengobati luka di mulut dengan mengoleskan sulfanilamide. Sementara itu, pemberian vitamin B kompleks dapat merangsang nafsu maka ternak. Kandungan vitamin itu membantu memperbaiki metabolisme tubuh ternak.
Penyembuhan luka di kuku dengan chloramphenicol. Adapun untuk menurunkan demam peternak menggunakan analdon ternak berdosisi 500–1.000 mg per sapi.
Masa penyembuhan luka 7–14 hari, tergantung tingkat luka. Menurut Endang penyakit mulut dan kuku mesti secepatnya ditangani, karena berdampak pada ekonomi.
Ternak terinfeksi mengalami penyusutan bobot tubuh hingga 20%, karena nafsu makannya hilang. Artinya jika bobot sapi 400 kg maka susut 40–80 kg.
Adapun pada sapi perah produksi susu mengalami penyusutan. “Jika semula produksi 15 liter, karena serangan penyakit mulut dan kuku produksi susu hanya 5 liter,” ungkap Endang.
Risiko kematian pada sapi dewasa (umur 1,5 tahun ke atas) 1–5% dan pada sapi muda (umur 1,5 tahun ke bawah) risiko kematian tinggi, berpotensi mencapai 100%.
Tingkat daya tahan tubuh sapi muda lebih lemah dibandingkan dengan sapi dewasa. Endang menuturkan risiko penularan PMK juga dapat menyerang ternak ruminansia lain seperti kerbau, domba, dan kambing.
Namun, gejala serangan penyakit mulut dan kuku pada domba dan kambing itu susah terlihat karena bertubuh lebih kecil.