Rebusan seledri menghentikan cuci darah akibat ginjal disfungsi.
Acara liburan kelulusan sekolah di Yogyakarta pun riuh. Namun, suasana bahagia itu berubah menjadi panik karena Adhitya Tri Abdullah hampir pingsan. Guru dan teman-teman membawa Adhitya yang waktu itu berusia 17 tahun ke rumah sakit terdekat. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan fungsi ginjal Adhitya positif turun. Di tubuhnya terdeteksi penumpukan sisa metabolisme protein dan kekurangan elektrolit.
Itulah sebabnya dokter memberi suntikan elektrolit untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh.Kondisi kesehatan yang kurang baik memaksa Adhitya mengakhiri liburannya lebih cepat dan pulang ke Kemayoran, Jakarta Pusat. Nadya Ramadhani, ibunda Adhitya, tidak percaya jika ginjal anaknya bermasalah.
Cuci darah
Setelah kembali ke Jakarta, Nadya kembali membawa Adhitya ke rumah sakit. Hasil diagnosis dokter sama saja. Bungsu tiga bersaudara itu mengalami gangguan fungsi ginjal. Sejak itu Adhitya rutin mengonsumsi obat-obatan dan mengecek kesehatan sebulan sekali. Beraktivitas berat pun terlarang. Padahal, bermain sepakbola adalah olahraga kegemarannya. Menu makanannya juga diatur.
Adhitya menghindari konsumsi makanan berprotein tinggi. Tujuannya supaya ginjal tidak bekerja terlalu berat dalam membuang sisa-sisa metabolisme protein. Hampir 2 tahun Adhitya hidup di bawah pengawasan dokter. Selama itu ia tidak mengalami keluhan sakit. Namun, upaya itu tak menuntaskan penyakit Adhitya. Dokter mendiagnosis Adhitya positif gagal ginjal.
Hasil pemeriksaan laboratorium sungguh mencengangkan, kadar ureum 420,15 mg/dl, kadar kreatinin 12 mg/dl, dan kadar asam urat 12 mg/dl. Kadar normal untuk ketiga indikator fungsi ginjal itu berturut-turut adalah 10—50 mg/dl, 0,6—1,1 mg/dl, dan 2,3—6,1 mg/dl. Hasil laboratorium itu menunjukkan bahwa buah pinggang alumnus SMA Negeri 35 Jakarta itu tak mampu melakukan fungsinya alias gagal ginjal.
Dampaknya zat-zat yang seharusnya dikeluarkan melalui ginjal, menumpuk dalam darah. Nefron—unit terkecil dalam ginjal—berfungsi menyaring dan mengeluarkan racun dari tubuh. Fungsi nefron lain adalah menyerap kembali zat-zat yang diperlukan tubuh. Kadar ureum dan kreatinin yang melonjak melebihi ambang normal akibat terjadinya penurunan fungsi ginjal.
“Peningkatan kreatinin lebih dari normal, maka fungsi ginjal menurun sampai 30%,” tutur Nadya.Solusinya cuci darah 2 kali sepekan. Saat ini biaya sekali cuci darah berkisar Rp1,5 juta. Namun, keluarga memutuskan Adhitya untuk mengonsumsi obat-obatan. Pilihan itu ternyata berisiko tinggi.
Buktinya berselang 2 hari setelah menolak saran dokter, Adhitya kembali menjalani pemeriksaan darah. Hasilnya, kadar kreatinin semakin melonjak, 15 mg/dl. Dokter mengingatkan lagi untuk segera cuci darah. Bila dibiarkan, kreatinin akan meracuni organ tubuh lain. Dokter juga memberikan opsi lain, yaitu transplantasi ginjal. Salah satu dari orangtua Adhitya harus rela menyumbangkan ginjal kepada sang anak. “Biayanya mencapai Rp400juta,” ujar Nadya.
Rebusan seledri
Menurut dokter di Jakarta Pusat dr. Yuniar Cahyania Intani, gagal ginjal merupakan ketidakmampuan ginjal menyaring dan mengeluarkan zat-zat racun, seperti kreatinin, dari tubuh sehingga menumpuk dalam darah. Kondisi itu berbahaya karena bisa meracuni organ tubuh lain. Oleh sebab itulah penderita gagal ginjal harus menjalani cuci darah.
Adhitya pun manut terhadap saran dokter. Ia menjalani rawat-inap dan melakukan cuci darah rutin 2 kali sepekan. Setelah 18 hari menginap di rumah sakit, dokter mengizinkan Adhitya pulang. Namun, setiap sepekan sekali ia harus kembali untuk cuci darah. Selain itu ia juga harus tetap menjaga menu makanan supaya pencernaannya tidak memberatkan kerja ginjal.
Seorang kerabat dekat, Triola Fitria, menyarankan Adhitya untuk mengonsumsi air rebusan seledri atau jus seledri. Ingin kondisinya membaik, Adhitya pun rutin merebus 100 gram daun dan batang seledri dalam 2 liter air selama 10 menit. Ketika hangat, ia menyaring rebusan itu dan meminumnya sebelum makan. Ia mengonsumsi 1—2 gelas rebusan seledri per hari. Sepekan berselang ia merasa badan segar dan lebih bertenaga.
Kadang-kadang Adhitya juga membuat jus seledri sebagai selingan. Kondisi kesehatan mahasiswa Universitas Trisakti itu terus membaik. Itu membuat Adhitya makin disiplin mengonsumsi seledri. Pada Juli 2018—persis sebulan mengonsumsi air seduhan seledri—Adhitya mengecek kesehatannya. Hasilnya kadar ureum turun menjadi 30 mg/dl dan kreatinin 1,5 mg/dl. Menurut dokter yang memeriksa kadar kreatin di bawah 10 mg/dl tidak perlu cuci darah.
Hasil itu merupakan kabar gembira bagi Adhitya dan keluarga. Selain tak perlu cuci darah, konsumsi seledri juga meningkatkan stamina. Dulu Adhitya sering lemas dan cepat capai. Sekarang kondisinya lebih energik dan fit.
Untuk menjaga kesehatan, ia tetap mengonsumsi 1 gelas air seledri setiap hari. Menurut riset Oktadoni Saputra di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, sifat antioksidan pada seledri lantaran mengandung senyawa flavonoid dan polifenol. Senyawa aktif itu melindungi tubuh dari gempuran radikal bebas penyebab kerusakan sel. Dengan terlindungnya ginjal dari kerusakan parah maka proses regenerasi sel pun bisa lebih mudah berjalan.
Manfaat daun seledri salah satunya adalah sebagai pembersih organ ginjal. Daun seledri memiliki kandungan tinggi vitamin A, sementara batangnya merupakan sumber vitamin B1, B2, B6, dan C dengan pasokan kaya potasium, kalsium, magnesium, dan besi.
Pola hidup yang tidak sehat dan banyaknya makanan yang mengandung pengawet, pewarna tekstil, penyedap rasa, dan pemanis buatan menjadi salah satu penyebab terjadinya berbagai penyakit serius. (Tiffani Dias Anggraeni)