Selama 16 tahun Valentina berpraktik sebagai herbalis, membantu mengatasi gangguan kesehatan secara terpadu—antara lain dengan herbal.
Ruang 50 m² itu tampak resik. Aroma wangi menguar dari pengharum sintetis. Instrumentalia mengalun lembut pada sebuah siang. Sebuah wastafel melekat di dinding bagian kanan. Selebihnya meja kerja, kursi tunggu, dan tempat tidur untuk memeriksa pasien. Itulah ruang praktik herbalis di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Valentina Indrajati. Dari balik jendela ruangan itu tampak Gunung Salak yang gagah menjulang.
Di ruang berpendingin itu Valentina membantu mengatasi gangguan kesehatan para pasien dari berbagai penjuru. Pada sebuah siang seorang dokter spesialis mata memasuki ruang praktik bercat hijau muda itu. Namun, saat itu dokter tak memeriksa pasien. Dokter mata yang datang dari Pulau Sumatera itu kini menjadi pasien. Valentina Indrajati memeriksa kesehatan indra penglihatan dokter spesialis mata.
Cara terpadu
Setiap kali memeriksa seorang dokter, Valentina Indrajati selalu meminta agar pasien tidak membandingkan dengan rekam medis. “Dok, hasil pemeriksaan ini jangan dibandingkan dengan pemeriksaan medis. Saya tak mengutak-atik hasil laboratorium, biarlah pemeriksaan saya berdiri sendiri,” kata Valentina. Ia yang berpraktik herbalis sejak 16 tahun itu bertanya kepada dokter yang masih berbaring di hadapannya. “Dok, pernah kena virus?”
Mendapat pertanyaan itu dokter terkesiap. Ia tak menyangka memperoleh pertanyaan itu. Ahli medis itu sebagaimana ditirukan Valentina balik bertanya, “Maksud Ibu?” Virus yang dimaksud oleh Valentina Indrajati adalah, “Toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simplex virus.” Sekumpulan virus itu sohor sebagai TORCH.
Dokter itu mengatakan bahwa dirinya pernah terserang virus itu pada dua tahun silam. Bukan sekali itu Valentina Indrajati mendiagnosis dokter dan hasilnya serupa dengan rekam medis sebelumnya. Pada kasus dokter mata, Valentina meresepkan beragam herbal antara lain daun sendok Plantago major, kitolod Isotoma longiflora, lempuyang Zingiber aromaticum, mimba Azadirachta indica, sambiloto Andrographis paniculata.
Selain itu perempuan 51 tahun itu juga meresepkan rimpang temuputih Curcuma zedoaria, daun cakar ayam Selaginella doederleinii, dan mengkudu Morinda citrifolia. Menurut Valentina daun sendok dan kitolod berkhasiat mengatasi peradangan mata, lempuyang memperkuat saraf-saraf mata, dan temuputih sebagai antimikrob. Buah mengkudu yang mengandung karoten membantu fungsi mata dan “membersihkan” darah.
Daun mimba mengatasi gangguan mata untuk mempercepat pendarahan. Adapun daun sambiloto mengatasi infeksi mata. Dokter spesialis itu akhirnya membatalkan rencana untuk melaser matanya setelah 30 hari mengonsumsi beragam herbal. Herbalis yang pengajar yoga di beberapa negara itu selalu meresepkan herbal majemuk. Artinya beragam herbal untuk pasien, tak pernah herbal tunggal.
Menurut Valentina gangguan kesehatan pada sebuah organ akan mempengaruhi pada organ yang lain. Oleh karena itu ia berupaya untuk mengatasi beragam gangguan kesehatan itu sekaligus. Tujuannya agar tak muncul gangguan baru ketika gangguan pada sebuah organ mereda atau membaik. Valentina juga berupaya membantu mengatasi gangguan kesehatan itu secara holistik atau terpadu.
Herbal serbuk
Menurut Velentina kesembuhan sesorang bukan semata-mata karena senyawa aktif yang terkandung dalam herbal. Itulah sebabnya dalam pemeriksaan, Valentina juga mendorong pasien untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. “Saya menyarankan agar pasien yang Muslim juga untuk salat,” kata nenek 2 cucu yang tampak awet muda itu. Selain itu pasien juga membutuhkan dukungan keluarga untuk mempercepat proses kesembuhan.
Yang lebih penting adalah perubahan gaya hidup menjadi lebih baik. Belum lama ini Valentina mendapat pasien seorang bayi berumur 20 hari yang menderita diare. Pencernaan bayi itu juga buruk. Valentina tidak hanya memeriksa bayi itu, tetapi juga ibunya. Harap mafhum, bayi itu baru mengonsumsi air susu ibu. Setelah memeriksa ibu bayi itu, Valentina mendapati empedu ibu berminyak dan usus juga kotor.
Valentina bertanya, “Ibu makan apa?” Semula ibu pasien itu tidak mengaku. Namun, Valentina tak percaya. Dengan pendekatan personal, ibu muda itu mengatakan rutin konsumsi daging babi. Ia mengonsumsi penganan itu atas saran dokter karena air susu tak lancar mengalir. Perempuan kelahiran 19 Februari 1965 itu mendesak agar ibu bayi menghentikan kebiasaan mengonsumsi penganan itu.
Herbalis yang rutin yoga rata-rata 3 jam per hari meresepkan daun sambiloto, rimpang temulawak, meniran, dan rumput mutiara—semua dalam bentuk serbuk (baca boks: Serbuk Lebih Unggul halaman 41). Hasil rebusan itu untuk konsumsi bayi berumur 20 hari. Caranya dengan memasukkan air rebusan herbal ke pipet dan meneteskan ke mulut bayi. Dosis sekali konsumsi tiga tetes dan frekuensi tiga kali sehari.
Setelah ibu bayi berhenti menyantap daging babi dan bayi mengonsumsi herbal selama 15 hari berturut-turut gangguan itu teratasi. Begitulah aktivitas Valentina sehari-hari, membantu para pasien untuk mengatasi gangguan kesehatan. Mereka—para pasien—datang dari berbagai kota di Indonesia berdasarkan perjanjian. Itulah sebabnya begitu tiba di Rumah Parametta—nama klinik tempat Valentina berpraktik—pasien langsung ditangani.
Belajar herbal
Membantu para pasien kebahagiaan tak terkira bagi Valentina. Puncak kebahagiaan Valentina ketika pasien yang semula sakit atau kesehatannya terganggu kemudian terus membaik. “Ketika mereka yang semula pemurung karena sakit berubah menjadi bahagia,” kata alumnus Universitas Katolik Parahyangan itu. Dengan kata lain Valentina berupaya mengembalikan kebahagiaan para pasien.
Sulung empat bersauadara itu belajar herbal sebelum menjadi anggota Asosiasi Pengobat Ramuan Tradisional Indonesia (Aspetri). Sebelum itu ia juga belajar secara tidak langsung dari kakeknya, RM Slamet Brontoatmodjo. Kakek dari garis keturunan ibu itu sehari-hari menjadi kepala kantor pos di Bandung, Jawa Barat. Namun, mantan penari keraton itu juga menggunakan herbal untuk mengatasi beragam penyakit.
Valentina ingat persis ketika anak sulungnya, Aditya Indra yang berumur 2 bulan itu diare. Bronto yang mengunjungi cucu pertamanya itu meminta rimpang kunyit dan kencur, menumbuk, dan memeras rimpang itu dengan sapu tangan bersih. Kakeknya lalu memberikan cairan herbal itu ke mulut Aditya. Dari kebiasaan-kebiasaan semacam itulah Valentina belajar herbal dari sang kakek hingga membuka praktik sebagi herbalis pada 2000.
Pasien perdananya adalah pencandu narkotika di Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat. Valentina yang belajar yoga pada Anand Krisna di India itu meresepkan antara lain daun pegagan Centella asiatica, sambiloto Andrographis paniculata, daun sembung Blumea balsamifera, dan buah mengkudu. Menurut Valentina pegagan berkhasiat untuk memperkuat saraf kepala, sambiloto untuk mengeluarkan racun-racun dari tubuh atau detoksifikasi, dan sembung untuk memperkuat jantung.
Kondisi pasien terus membaik sehingga menyebar dari mulut ke mulut. Pasien pun berdatangan ke klinik Parametta. Valentina kemudian “tandem” alias praktik bersama dengan seorang dokter di barat Jakarta. Kerja sama itu hanya bertahun setahun karena Valentina membuka praktik di Canggu, Provinsi Bali. Ia menetap di destinasi wisata internasional itu. Pasiennya kebanyakan adalah para pelancong dari berbagai negara yang tengah berada di Bali.
Ke mancanegara
Setelah berpindah dari Canggu ke Kuta, Provinsi Bali, hingga setahun, Valentina memutuskan kembali ke Bogor. “Saya berat meninggalkan keluarga,” ujar istri Prastono yang piawai memasak menu vegetarian itu. Apalagi ketika itu anak bungsunya, Deodato Indra (16), masih kecil. Oleh karena itu ia memilih berpraktik di Kahuripan, Parung, Bogor pada 2009 sembari mengurus keluarga. Ketika itulah untuk kali pertama ia membuat papan nama Rumah Parametta yang terpasang di depan rumah.
Dua tahun terakhir ia berpraktik di Bogor Nirwana Residence untuk mempermudah akses bagi para pasien. Valentina menangani pasien dari berbagai kalangan dan status sosial. Ia tak pernah membeda-bedakan pasien. Ia, misalnya, pernah menangani anak seorang pemulung. Beberapa kali Valentina mendapat tawaran untuk praktik di Amerika Serikat dan Malaysia dari koleganya. Namun, ia menolak dan memilih membantu pasien di tanahair.
“Saya tak mau meninggalkan keluarga. Apalagi anak saya masih membutuhkan perhatian dari saya,” ujar penganut nabatiwan atau vegetarian itu untuk menjaga kesehatan sejak 2005. Valentina yang juga rutin mengonsumsi herbal itu masih ingin membantu para pasien sampai maut menjemput. Ia ingin mengembalikan kebahagiaan pasien dengan membantu mengatasi gangguan kesehatan. (Sardi Duryatmo)