Serangan hama merusak ribuan hektare tanaman kelapa. Perangkap berbasis feromon efektif mengendalikannya.
Trubus — Aroma tubuh betina itu mengundang kumbang badak jantan yang dimabuk asmara. Ia terbang mencari sumber aroma. Celaka tiga belas, ketika menemukannya ia menempuh jalan licin sehingga terpeleset dan jatuh ke corong lalu meluncur ke dalam ember. Ember berisi air sehingga kumbang yang jatuh pun tenggelam dan mati. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc., memanfaatkan hormon kawin alias feromon untuk itu mengundang kumbang jantan dewasa.
Periset di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor itu membuat perangkat sederhana untuk mengendalikan kumbang dewasa. Sudarsono merancang perangkap menggunakan ember bekas cat tembok 10 kg dan tutupnya, corong plastik besar berdiameter 20—25 cm, dan lembaran seng. Periset itu merekatkan lembaran seng membentuk rangkaian mirip huruf X atau tanda + sepanjang 25—30 cm dan lebar sirip 10—15 cm.
Terjangkau
Langkah berikutnya ia memasang rangkaian seng itu di atas corong plastik. Di atas rangkaian, Sudarsono memasang kertas atau kapas yang dibasahi dengan feromon. Ujung bawah corong mengarah ke dalam ember bekas cat. Kumbang badak dewasa yang terpikat aroma feromon terbang mendekati perangkap lalu menabrak seng. Seluruh permukaan perangkap—termasuk corong dan seng—dicat hitam legam agar tidak memantulkan cahaya sedikit pun sehingga kumbang tidak curiga.

Sudarsono menganjurkan pekebun mengecek setiap hari untuk mengukur efektivitasnya. Yang terpenting, “Perbarui kapas atau kertas feromon setiap hari,” katanya. Feromon adalah bagian terpenting yang mengundang kumbang mendatangi perangkap. Pemasangan perangkap bisa dihentikan sementara begitu tidak ada lagi kumbang yang terperangkap.
Ulangi pemasangan perangkap 3—6 bulan kemudian. Saat itu, “Uret yang bersembunyi dalam tanah mencapai fase dewasa dan siap kawin,” kata Sudarsono. Untuk hasil terbaik, pria berusia 66 tahun itu menganjurkan pemasangan perangkap setiap 3 bulan. Hentikan pemasangan jika 3 malam berturut-turut tidak ada kumbang badak yang terjebak. Sebaliknya, kalau masih ada yang tertangkap, ulangi pemasangan pada malam berikutnya dan seterusnya sampai tidak ada lagi kumbang yang masuk jebakan.
Tempatkan perangkap di ketinggian 3—4 m dari tanah. Itu adalah ketinggian terbang optimal kumbang tanduk dewasa. Setiap perangkap mampu menjebak kumbang dalam radius 500—700 m, bahkan hingga 1.000 m. “Daya jangkau perangkap tergantung konsentrasi larutan feromon, arah angin, dan kondisi cuaca,” kata Sudarsono. Saat cerah, aroma feromon menguar lebih luas ketimbang ketika hujan.
Ia menyarankan pemasangan serentak 10—20 perangkap per ha lahan untuk menghentikan siklus perkembangbiakan kumbang tanduk. Pemasangan bergiliran memberi kesempatan kumbang di lokasi yang tidak terjangkau perangkap untuk kawin dan bertelur. Saat itu, mereka keburu merusak. Akibatnya penanganan pun tidak segera tuntas dan pekebun harus mengulang pemasangan perangkap dalam waktu lebih lama.

terserang kumbang tanduk.
“Dengan pemasangan jebakan serentak, kumbang lenyap setelah 3 kali pengulangan atau dalam 9—18 bulan. Tapi kalau pemasangan bergiliran, bisa sampai bertahun-tahun masih ada saja kumbang yang terjebak,” kata guru besar Ilmu Tanah alumnus Universitas De Poitiers, Perancis itu. Pekebun pun lebih lama menderita kerugian akibat pohon rusak.
Hama utama
Petani mudah mengenali serangan kumbang badak. Tunas daun yang baru membuka rusak menyerupai huruf V. Tangkai pelepah patah dan batang berlubang. “Pohon belia berumur kurang dari 2 tahun terancam mati, sementara produksi pohon tua berumur lebih dari 10 tahun anjlok lebih dari 60%,” kata Prof. Hengky Novarianto, periset di Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain.
Kumbang dewasa aktif pada malam hari sehingga sulit untuk mengendalian hama itu. Jalan keluar lain penyemprotan insektisida sistemik. Namun, biayanya mahal. Penyemprotan insektisida kontak kurang efektif lantaran kumbang bersembunyi dalam lubang di pelepah daun. Pemberantasan larva kumbang alias uret yang bersembunyi dalam tumpukan seresah atau kotoran organik juga sulit.

Perangkap yang Sudarsono namai Multitrap itu mudah dibuat sendiri. “Biayanya Rp30.000—Rp50.000 per jebakan,” ujar pengampu mata kuliah Kimia Tanah itu. Feromon pun kini banyak tersedia di toko pertanian. Jika sulit memperoleh di daerah, pekebun bisa memesan secara daring (online) melalui aplikasi belanja di ponsel pintar. Harga feromon cukup terjangkau dibandingkan dengan kerugian akibat kerusakan pohon oleh kumbang tanduk.
Sejatinya, aplikasi feromon kumbang badak itu sudah lama dilakukan di mancanegara. Negara jiran Malaysia tercatat menggunakan feromon untuk menghalau kumbang anggota famili Scarabaidae itu di perkebunan kelapa dan kelapa sawit sejak 1995. Selain perangkap feromon, pekebun bisa memasang kamper berbahan naftalena yang lazim digunakan di lemari pakaian.
Kalau feromon mengundang kumbang mendekat, kamper justru menghalau kumbang agar tidak singgah. Aroma kamper itu tidak disukai kwangwung. Kelemahannya, kamper mahal dan pemasangannya harus dalam jangka panjang, 3—6 bulan. Untuk mengecek kehadiran kumbang tanduk, kepala Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain, Dr. Ismail Maskromo, menganjurkan cara sederhana.
“Nyalakan lampu, obor, atau pelita di tengah perkebunan kelapa. Kalau ada kumbang datang, artinya di sana perlu dilakukan penanggulangan,” kata Ismail. Dengan perangkap feromon, pekebun bisa tidur nyenyak di malam hari tanpa khawatir pohon kelapa mereka dirusak kwangwung. (Argohartono Arie Raharjo)