Trubus.id–Nurul Khotimah mengirimkan bawang goreng empat hingga lima kali setahun ke ke Singapura, Korea Selatan, Jepang, atau Kanada. Setiap pengiriman berisi 300—1.500 kilogram (kg) bawang goreng.
“Itu dalam kemasan kecil berbentuk pouch,” kata Nurul.
Pengiriman hingga 1.500 kg pernah terjadi dengan tujuan Korea Selatan. Saat ini ia tengah bernegosiasi dengan pembeli dari Negeri Ginseng untuk pemesanan sambal bawang, bawang goreng orisinal, dan bawang goreng pedas.
Semula ekspor ke Kanada untuk para diaspora di sana.
“Lalu pemasaran berkembang sehingga orang asli sana suka bawang goreng. Terutama bawang goreng kami. Katanya bikin kangen,” kata produsen bawang goreng di Desa Tegalrejo, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur, itu.
Nurul menjual bawang goreng untuk pasar ekspor seharga Rp20.000—Rp25.000 per 100 gram setara Rp200.000—Rp250.000 per kg. Harga bawang goreng untuk pasar ekspor lebih tinggi karena produk bermutu premium.
Bahan baku berkualitas bagus dan terstandar karena petani menerapkan good agricultural practice (GAP). Ia juga menggunakan minyak kelapa untuk menggoreng bawang merah.
Bawang goreng milik Nurul juga melewati beberapa uji seperti uji residu di laboratorium untuk memastikan kualitas.
“Untuk uji residu tidak terdeteksi walaupun isu penggunaan pestisida dan pupuk kimia pada budi daya bawang merah cukup kuat,” kata pemilik bawang goreng bermerek Hunay itu.
Selain itu tempat produksi bawang goreng milik Nurul mendapatkan sertifikasi standar internasional yaitu ISO 9001:2015 untuk sertifikasi sistem manajemen kualitas.
Sementara untuk keamanan pangan, Nurul juga mengantongi sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta halal.
Dengan semua keunggulan itu tidak heran pasar mancanegara menerima bawang goreng produksi Nurul dengan tangan terbuka.
Bahkan pada 2025 ia berencana memasukkan produknya khususnya bawang kering ke Australia.
Produk itu berupa irisan bawang merah kering sehingga konsumen tidak perlu mengupas dan merajang bawang merah. Cukup rendam bawang merah kering sekian menit, maka jadilah bawang rajang yang siap menjadi bumbu.
Omzet perniagaan bawang goreng eskpor pun minimal puluhan juta rupiah. Pendapatan Nurul masih bisa bertambah karena penjualan ke mancanegara hanya salah satu segmen pasar bawang goreng miliknya. Masih ada, “Pasar tradisional, pasar modern, dan pasar oleh-oleh,” kata pemilik CV Dua Putri Sholehah itu.
Apalagi produk olahan bawang merah milik Nurul tidak hanya bawang goreng. Ia juga memproduksi camilan bawang, sambal bawang, pasta bawang, dan bawang bubuk.
Lazimnya Nurul menggunakan bawang asli Probolinggo yakni Biru Lancor. “Paling bagus itu Biru Lancor karena beraroma sangat kuat, warna kuning keemasan sehingga cantik, dan ada manisnya,” kata perempuan berumur 46 tahun itu.
Meski begitu Nurul juga menerima bawang merah varietas lain karena salah satu misinya yakni mengangkat potensi bawang lokal. Alur pembuatan bawang goreng ala Nurul yakni mengupas, sortir, mencuci, menggoreng, mengeringkan, dan mengemas.
Ia memproduksi empat ton bawang goreng setiap bulan. Satu kilogram bawang merah segar menghasilkan 260 gram bawang goreng. Tidak hanya Nurul yang menjual bawang goreng. Baca selengkapnya pada Trubus Digital.
Foto: Peluang bisnis bawang goreng terus bertumbuh untuk pasar dalam dan luar negeri. Foto: M. Basya Z. dan Dede Rizky P.