Pohon kopi robusta tua berumur 30 tahun tetap produktif, menghasilkan 100 kg per pohon.

Trubus — Tinggi pohon-pohon kopi robusta di Modangan, Kecamata Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, itu hanya 160 cm. Padahal, umur pohon anggota famili Rubiaceae itu kini 30 tahun. Keboen Kopi Karanganjar—pengelola lahan itu—rutin memangkas cabang dan ranting. Di lahan 206 hektare Keboen Kopi Karanganjar mengelola 240.000 pohon kopi robusta. Perusahaan itu memetik setidaknya 100 kg buah kopi gelondongan per pohon per tahun.
Kepala Bidang perkebuanan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bogor Ir Irma Villayanti mengatakan, idelanya peremajaan pohon pada umur 30 tahun. Namun, Keboen Kopi Karanganjar tetap mempertahankannya karena pohon masih produkstif.
Pemangkasan rutin

Produksi 100 kg per pohon itu masih bersaing dengan tanaman produktif yang berumur 5—10-an tahun dan produktivitas rata-rata 1,2 kuintal per pohon. Menurut Kepala Divisi Kebun Keboen Kopi Karanganjar, Suwito, iklim yang bagus ketika musim hujan berlangsung sekitar 8 bulan dan sisanya musim kemarau. Iklim yang bagus membuat pembentukan bunga dan buah maksimal. Pohon-pohon kopi yang sudah uzur itu merupakan klon-klon unggul di antaranya BP-42, BP-049, dan varietas mumbul.
Untuk menjaga pohon tua tetap produktif, setidaknya ada dua hal yang menurut kakek 4 cucu itu tidak boleh terlambat. Dua hal itu adalah pemangkasan dan pemupukan. Untuk pemangkasan dalam aspek perawatan, Suwito membaginya menjadi tiga yaitu wiwil halus, wiwil kasar, dan pemangkasan pascapanen. “Semuanya harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh terlambat. Kalau terlambat bisa dipastikan hasil panen tidak bagus,” ujarnya. Wiwil kasar untuk menghilangkan tunas-tunas air yang tak terpelihara.
Adapun wiwil halus untuk mengatur cabang-cabang berada di tempatnya dan mencegah sekaligus memotong jika ada cabang balik. “Dengan wiwil kasar tidak ada tunas air dan cabang-cabang tak produktif yang menyedot nutrisi tanaman, sementara dengan wiwil halus tajuk tanaman tetap melebar dan terjaga,” ujar Suwito. Pria yang bekerja di Keboen Kopi Karanganyar sejak 1978 itu melakukan wiwil kasar sebulan sekali, wiwil halus tiga bulan sekali, sedangkan pemangkasan selanjutnya pascapanen.

Pemangkasan pascapanen berupa pembersihaan cabang-cabang tidak produktif. Cabang tanaman kopi ada yang namanya P1 atau cabang yang baru panen sekali, ada P2 (dua kali panen), P3 (3 kali panen), dan seterusnya. “Kita pangkas cabang P3 dan lebih,” ujar Suwito. Menurut Suwito cabang itu kurang menghasilkan tetapi rakus terhadap nutrisi tanaman. Selain tiga pemangkasan itu, sebelumnya Suwito memangkas untuk membentuk pohon.
“Pohon kita pertahankan setinggi 160—180-an cm,” ujarnya. Tujuannya untuk membentuk tajuk tanaman agar semua bagiannya terkena sinar matahari secara optimal plus memudahkan untuk perawatan dan pemanenan. Suwito memangkas rutin sejak tanaman berumur dua tahun.
Tajuk tanaman
Menurut penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pemangkasan pada pohon kopi tua sangat penting karena sebagai titik kritis dalam pemeliharaan budidaya kopi berkelanjutan. “Proses itu akan menentukan produksi kopi pada tahun-tahun berikutnya, sehingga petani mutlak harus melakukannya,” ujar salah satu penyusun kurikulum nasional dan modul pelatihan budidaya kopi berkelanjutan oleh Kementerian Pertanian itu.

Selain itu Suwito memberikan pupuk kimia dua kali setahun pada awal musim hujan dan akhir musim hujan. “Ketika awal musim hujan, tanaman sedang tahap vegetatif sehingga unsur nitrogen digenjot,” kata Suwito. Sebaliknya pada pemupukkan kedua unsur fosfat yang digenjot. Ia memberikan 200—250 g campuran pupuk Urea, SP36, dan Kcl per pohon. Ketika awal musim hujan perbandingan pupuk itu 2 : 1 : 1.
Sementara ketika akhir musim hujan atau tanaman memasuki fase generatif perbandingannya menjadi 1: 2: 1. “Ketika fase generatif, tanaman butuh nutrisi lebih untuk pembentukan bunga dan buah,” ujar Suwito. Pemberian pupuk itu harus tepat waktu agar pertumbuhan tanaman tak terhambat. Suwito membenamkan pupuk di sekitar tajuk tanaman. Ia membuat lubang sedalam 5—10 cm mengelilingi tanaman.

Jarak dari batang utama ke lingkaran lubang itu sesuai jarak tajuk tanaman terluar. Kalau tanamn sudah menghasilkan atau umur tanaman 4 tahun lebih, jaraknya hanya separuh dari tajuk terluar,” ujar lelaki kelahiran Blitar, 2 Mei 1952 itu. Selain pupuk kimia, Suwito juga memberikan pupuk organik berupa pupuk kandang kambing atau sapi setahun sekali saat musim kemarau. Dosis 15 kg per pohon.
Menurut Jajang Slamet Soemantri, untuk merawat pohon kopi yang sudah tua setidaknya petani harus memperhatikan lima aspek penting atau lima titik kritis. Lima aspek itu berupa pengelolaan tanah, pengelolaan agronomis atau proses budidaya tanaman, pengelolaan tanaman penaung, pengelolaan organisme pengganggu tanaman, dan pengelolaan musuh alami. “Pengeloaan tanah termasuk di dalamnya air dan bahan-bahan organik,” ujar Jajang. (Bondan Setyawan)