Larutan nanas menurunkan kadar kafeina kopi robusta.
Trubus — Tingginya kadar kafeina dalam biji kopi meningkatkan kerja psikomotor, sekresi asam lambung, denyut jantung, frekuensi urinasi, dan ketegangan otot. Menurut Rahmana Emran Kartasasmita dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) kafeina merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dan memiliki rasa pahit. Di Indonesia terdapat dua jenis kopi yaitu kopi robusta dan kopi arabika.
Rahmana menuturkan, kadar kafeina pada biji kopi robusta mencapai 1,5—2,6%. Kadar itu lebih tinggi dibandingkan dengan kafeina pada biji kopi arabika yang hanya 0,9—1,4%. Oleh karena itu, kandungan kafeina pada kopi robusta lebih berpotensi menimbulkan efek negatif kafeina dalam tubuh terutama bagi individu yang kurang toleran terhadap kafeina dan pencandu kopi.
Kafeina turun
Untuk mencegah efek negatif itu, perlu proses dekafeinasi atau penurunan kadar kafeina pada biji kopi hijau robusta. Dengan mengonsumsi kopi rendah kafeina dapat merangsang sistem saraf sehingga dapat memperbaiki suasana hati, memperlama konsentrasi, dan menghalau rasa lelah. Penurunan kafeina kopi juga dapat menghasilkan cita rasa dan aroma kopi yang lebih baik.
Rahmana menuturkan, proses dekafeinasi dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat polar dan relatif selektif terhadap kafeina. Contohnya metanol dan etanol. Sayangnya, dekafeinasi menggunakan kedua jenis pelarut itu dapat mempengaruhi aroma dan rasa kopi.
Menurut Fiona Drefin Oktadina dari Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, penurunan kafeina juga dapat dilakukan dengan cara pengolahan basah melalui proses fermentasi. Dalam proses fermentasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam lapisan lendir pada biji kopi diurai oleh mikrob alami dan dibantu dengan oksigen dari udara.
Selama proses fermentasi terjadi pemecahan komponen lapisan lendir (yang mengandung protopektin dan gula) menghasilkan asam-asam dan alkohol. Namun, hindari fermentasi yang terlalu lama karena meningkatkan kemasaman kopi akibat terbentuknya asam-asam alifatik. Bila fermentasi diperpanjang, komposisi kimia biji kopi berubah. Asam-asam alifatik berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat menyebabkan cacat dan citarasa busuk.
Nanas
Untuk mempercepat proses pelepasan lendir pada saat proses fermentasi, Fiona dan tim memanfaatkan buah nanas Ananas comosus. Menurut Fiona enzim bromelin pada buah nanas mampu memecahkan senyawa protein dan gel sehingga dapat menurunkan kadar kafeina kopi.
Ia mengeringkan buah kopi segar agar kulit luar lebih lunak. Saat kulit luar kopi sedikit mengerut, ia menumbuk buah kopi hingga kulit luarnya terlepas, kemudian mencucinya untuk menghilangkan lendir. Kopi yang telah bersih dikeringkan dengan panas matahari selama 2—3 hari. Ia lalu membersihkan biji kopi yang telah kering dari kulit ari hingga menjadi biji beras kopi. Seperempat biji beras kopi ia gunakan sebagai kontrol perlakuan.
Selanjutnya Fiona menimbang biji kopi masing-masing 250 gram. Ia lalu memarut buah nanas kemudian mencampurkan parutan nanas itu dengan kadar 40% dan 80% dari volume kopi. Fiona menambahkan 100 ml air dan mengaduknya agar parutan nanas merata. Kemudian periset itu memfermentasi biji kopi. Durasi fermentasi berbeda, yaitu 24 jam, 36 jam, dan 48 jam.
Setelah selesai fermentasi, ia mencuci, menyaring, lalu mengeringkan biji kopi hasil fermentasi dengan panas matahari selama 2—3 jam. Periset itu lalu menyangrai biji kopi fermentasi yang kering selama 25 menit. Setelah itu ia medinginkan sejenak untuk mendapatkan cita rasa dan aroma yang baik. Selanjutnya Fiona menyangrai biji kopi kemudian menggilingnya. Kopi bubuk kemudian disaring menggunakan saringan 50 mesh dan jadilah kopi bubuk.
Kafeina turun
Fiona lalu menguji kopi bubuk hasil fermentasi dengan nanas untuk mengetahui kadar kafeina, kadar air, kadar abu, dan uji organoleptik (cita rasa dan aroma). Hasil penelitian menunjukkan, kadar kafeina terendah adalah kopi yang difermentasi dalam larutan nanas berkonsentrasi 40% selama 36 jam, yakni hanya 1,15%. Jumlah itu lebih rendah daripada kadar kopi robusta tanpa perlakuan (kontrol) yang mencapai 2,27% (lihat tabel).
“Hal itu membuktikan enzim bromelin pada nanas mampu memecahkan senyawa pada kopi sehingga kadar kafein pada kopi bubuk turun dengan waktu perendaman yang tepat,” ujar Fiona. Kopi yang difermentasi dalam larutan nanas 40% selama 36 jam juga memiliki cita rasa dan aroma paling baik dibandingkan dengan kopi kelompok perlakuan lain. Pengujian dilakukan oleh 10 panelis dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember, Jawa Timur.
Dalam pengujian itu para panelis memberikan total nilai 74,5. Meski dari uji organoleptik nilai yang dihasilkan belum mencapai nilai terbaik yang ditentukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, tapi hasil analisis itu lebih baik dari pada kontrol. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3542-2004 disimpulkan bahwa kopi dengan cara pengolahan basah dan lama fermentasi 24–36 jam memiliki ciri khas yang baik dengan skor 7–8. Itu menunjukkan hasil penelitian sudah memenuhi standar dari SNI. (Imam Wiguna)