Wednesday, September 11, 2024

Potensi Sagu Pangan Untuk Diabetesi

Rekomendasi
- Advertisement -

Sagu mengandung pati resisten yang salah satu efeknya mengontrol gula darah dan respons insulin.

Trubus.id—September 2021 merupakan salah satu masa kelabu bagi Wisnu Ali Martono karena terpapar Covid-19 yang mematikan. Saat itu pula ia terdeteksi menderita diabetes melitus.

“Kadar gula darah saya mencapai 500 mg/dl,” kata warga Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta, itu.

Maklum ia lelah menempuh perjalanan jauh karena bekerja di Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Wisnu menuturkan  setelah terdiagnosis diabetesi, dunia bagaikan runtuh.

“Waktu itu informasi yang saya tahu tentang diabetes tak bisa sembuh, makin lama makin memburuk dan akhirnya mati,” kata Wisnu.

Akhirnya ia pun pasrah. Saat dirawat karena Covid-19, dokter menyuntik Wisnu dengan insulin dan memberinya 3 jenis obat selama sepekan. Setelah itu kondisinya membaik. Dokter pun menghentikan pemberian insulin dan hanya memberikan obat.

Wisnu membatasi asupan karbohidrat. Caranya mengganti nasi putih dengan sumber karbohirat lain seperti nasi merah, ubi, dan singkong sepanjang jumlah karbohiratnya sama dengan nasi.

Ia juga meningkatkan frekuensi makan menjadi 6 kali sehari. Selain makan besar pada pagi, siang, dan malam, ia juga mengonsumsi camilan di antara makan besar.

“Tujuannya biar kadar gula di tubuh tidak drop,” kata Wisnu.

Namun, ia tetap menghitung kebutuhan kalori. Dalam sehari ia menghitung kebutuhan kalori sebanyak 1.800 kalori. Rupanya cara itu tidak mempan munurunkan kadar gula darah. Setelah dicek kadar gula dalam darah masih tinggi.

Ia juga jalan kaki 2,5 km per hari. Kadar gula darah ternyata masih tinggi yakni 220 mg/dl. Wisnu lalu meningkatkan jarak jalan kaki menjadi 4 km dan minum obat penurun kadar gula darah. Namun, kali ini kadar gula darah Wisnu terlalu rendah hingga 56 mg/dl.

Ia menduga gula darahnya turun drastis karena obat penurun gula darah. Akhirnya ia mengurangi obat hingga separuh dosis yang dianjurkan. Ternyata gula darahnya kembali rendah hanya 82 mg/dl. Ia lalu mengurangi dosis obat menjadi seperempat dosis. Hasilnya masih sama.

Tanpa karbohidrat

Akhirnya ia diet mengonsumsi obat dan mengubah pola. Kali ini Wisnu mencoba menjalani diet tanpa karbohidrat selama 3 bulan.

Ia hanya mengonsumsi sayuran dan berbagai sumber protein seperti telur, ikan, daging ayam, bebek, dan sapi. Upaya itu berhasil. Ia mampu menurunkan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) dari 8,5 menjadi 6.

Ia lalu memperketat diet hanya konsumsi protein dan lemak tanpa sayuran. Setelah menerapkan diet itu selama 4 bulan, HbA1c turun lagi dari 6 menjadi 5,4. Namun, efeknya bobot tubuh turun dari 56 kg menjadi 47 kg sehingga kurus sekali.

“Kadar kolesterol naik menjadi 340 mg/dl,” ujar Wisnu. Normalnya 125—200 mg/dl. Asam urat pun mencuat menjadi 13, normal 3,4—7 mg/dl.

Khawatir berdampak buruk, ia pun menghentikan diet itu. Wisnu lalu mencari referensi lain lagi sampai akhirnya menemukan konsep diet gizi seimbang rendah pati pada 2023. Ia teringat bahwa ia menyukai papeda.

Menu papeda tergolong bernutrisi lengkap karena ada sayur, ikan, dan sagu yang berkadar pati rendah. Namun, setelah menyantap papeda tubuh seperti lemas. Setelah diperiksa, kadar gula darah turun 30 mg/dl. “Wah ini potensial untuk dikonsumsi pasien diabetes,” ujar Wisnu.

Ia lalu mencari informasi tentang peran sagu yang dapat menurunkan kadar gula darah. Padahal, berdasarkan literatur yang ia baca, kadar pati sagu rumbia mencapai 88%. Kadar itu lebih tinggi daripada nasi yang hanya 26%.

Menurut Analis Kebijakan Ahli Muda, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Riau, Dr. Syartiwidya, S.T.P., M.Si., dalam bukunya yang berjudul Sagu dan Kaitannya Dengan Diabetes, kadar pati sagu bisa mencapai 72,87%.

Ternyata Wisnu mendapat jawaban bahwa sagu mengandung pati resisten tipe III sehingga bisa menurunkan kadar gula darah meski kadar patinya tinggi.

Menurut dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Eka Hospital di Bumi Serpong Damai (BSD), Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, dr. Jimmy Tandradynata, Sp.P.D., pati resisten adalah jenis karbohidrat kompleks yang tidak bisa dipecah ke dalam bentuk yang lebih sederhana (glukosa) dan tidak dicerna oleh usus halus.

Pati resisten

Pati itu dikatakan resisten tipe III karena mengalami proses retrogradation yang terjadi ketika makanan panas mengalami penurunan suhu. Dalam proses itu, bulir-bulir pati yang mengembang akibat suhu masak kembali ke bentuk awalnya ketika suhu makanan menurun.

Syartiwidya menjelaskan bahwa sagu tergolong pangan dengan pati resisten tinggi yaitu 10,4%. Angka itu lebih tinggi ketimbang pangan sumber pati lainnya. Sebut saja beras (2,72%), jagung (1,16%), singkong (9,69%), ubi jalar (3,19%), dan talas (4,12%).

Efek  fisiologis potensial dari pati resisten adalah menjaga kesehatan usus besar, sebagai prebiotik yang membantu menjaga kesehatan kolon, serta mengontrol glikemik dan respons insulin. Dengan kandungan itu, pantas bila sagu berefek menurunkan kadar gula darah. (Imam Wiguna)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Kembangkan Produk Hilir, Warga di Medan Bikin Aneka Sambal Cabai Berpadu Andaliman

Trubus.id–Warga Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara, Richard, berinovasi  membuat aneka sambal cabai dengan campuran andaliman. Sambal Gerilya atau nama...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img