oYukiguni Maitake Co. Ltd. menerapkan sterilisasi ketat untuk memproduksi jamur maitake berkualitas.
Aswan mengenakan baju pelindung berwarna putih. Jadilah Aswan mengenakan baju rangkap, baju di dalam berwarna cokelat. Executive Vice President (EVP) Operation Indocare Group, pemasar suplemen kesehatan di Jakarta Barat, itu lantas mengenakan masker. Sejurus kemudian, ia mengganti sepatu dengan sepatu bot yang disediakan Yukiguni Maitake Co. Ltd di Kota Minami-Uonima, Prefektur Niigata, Jepang.
Itulah syarat pengunjung yang akan memasuki area budidaya jamur maitake. Selain itu Yukiguni melarang pengunjung membawa barang-barang pribadi ke dalam area budidaya. Usai mengenakan baju pelindung, Aswan memasuki ruangan sterilisasi. Tujuannya untuk menghilangkan debu pada baju pelindung, menggunakan rol yang permukaannya berperekat. Petugas menggelindingkan rol itu ke seluruh permukaan baju pelindung. Debu pada baju menempel pada permukaan rol.
Otomatis
Wartawan Majalah Trubus yang mengikuti kunjungan itu keruan saja menempuh cara serupa. Selanjutnya pengunjung wajib mencuci tangan menggunakan sabun disinfektan dan mengeringkannya pada mesin pengering. Menurut Direct Marketing General Manager Yukiguni, Yu Ochiai, perusahaannya menerapkan prosedur sterilisasi ketat untuk karyawan dan pengunjung bila hendak memasuki area budidaya.
“Tujuannya agar jamur yang dibudidayakan tidak terkontaminasi cendawan, bakteri, dan virus yang terbawa manusia,” ujar Yu. Setelah itu pengunjung berdiri menghadap sebuah kamera kecil sambil mengangkat tangan sejajar bahu, lalu memutarkan badan. Menurut Yu kamera itu berfungsi memindai suhu tubuh pengunjung. Jika suhu tubuh melebihi normal, yaitu 36°C, berarti pengunjung demam akibat terinfeksi bakteri atau virus.
Yu menuturkan, “Kalau terdeteksi demam pengunjung dilarang masuk.” Pada tahap akhir pengunjung memasuki sebuah ruangan kecil. Di dalam ruangan itu berembus udara kencang dari sisi kanan dan kiri untuk membersihkan debu yang mungkin masih menempel pada baju pelindung. Setelah ritual sterilisasi selesai, barulah pengunjung masuk area budidaya jamur maitake yang mereka sebut biocenter.
Pada kunjungan itu Trubus mendatangi biocenter ketiga dari total empat biocenter milik Yukiguni untuk memproduksi jamur berjuluk raja jamur itu. Manajer biocenter ketiga, Masayuki Kiyozuka, memandu Trubus menuju tempat budidaya dari sejak pembuatan media tanam hingga jamur siap panen. Saat memasuki ruangan produksi media tanam, deru mesin langsung terdengar begitu lantang.
Suara bising itu berasal dari 4 buah mesin pembuat media tanam. Mesin itu membuat kantong polibag hingga pengisian media tanam. Yang menakjubkan, akitivitas mesin itu seluruhnya berlangsung secara otomatis. Setiap mesin mampu memproduksi 4.500 polibag per jam. Keempat mesin memproduksi 37.000 polibag per hari. “Untuk produksi jamur dalam skala besar mekanisasi mutlak dilakukan agar lebih efisien, terutama dalam tenaga kerja,” ujar ahli budidaya jamur asal Bandung, Jawa Barat, N.S. Adiyuwono.
Di ruangan sterilisasi media tanam, terdapat 6 unit alat sterilisasi berkapasitas masing-masing 4.500 polibag. Alat sterilisasi itu mengembuskan uap panas untuk mematikan bakteri dan cendawan yang mungkin terdapat pada media tanam. Usai sterilisasi kemudian polibag didinginkan hingga 6—7 jam, lalu bibit jamur maitake diinokulasi. Ruangan untuk menginokulasi bibit itu sangat steril. Hanya anggota staf yang bertugas yang boleh masuk ke dalam ruangan itu.
Pertama kali
Yukiguni melakukan dua tahapan budidaya maitake, yakni penumbuhan miselium dan pembesaran jamur. Tahap pertama, menempatkan media tanam yang telah diinokulasi di ruangan khusus untuk menumbuhkan miselium terlebih dahulu. Di biocenter ketiga itu terdapat 26 ruangan untuk menumbuhkan miselium dengan kapasitas masing-masing mencapai 120.000 polibag.
Setelah miselium memenuhi media tanam dan muncul bakal tubuh buah jamur, para karyawan lalu memindahkan polibag ke ruang pembesaran hingga panen. Di pabrik seluas 20.984 m² itu terdapat 16 ruangan pembesaran berkapasitas masing-masing 35.000 polibag. Menurut Masayuki dari biocenter ketiga itu Yukiguni memanen 37.000 polibag atau setara 31 ton jamur maitake segar per hari atau 8.700 ton maitake per tahun.
Yukiguni menjual 90% dari total produksi jamur maitake dalam bentuk segar. Sisanya diekstrak menjadi MD-fraction, senyawa aktif pada maitake yang berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh dan antikanker/antitumor. PT Multicare Mitra Sejahtera, salah satu anak perusahaan Indocare Grup, menggunakan hasil ekstrak itu sebagai komponen utama suplemen kesehatan yang mereka pasarkan.
“Teknik budidaya dengan standar operasional yang ketat serta teknologi cara olah yang sangat baik menjadi alasan kami menggunakan produk Yukiguni sebagai salah satu bahan utama suplemen kesehatan yang kami pasarkan,” tutur Aswan. Masayuki menuturkan Yukiguni mulai membudidayakan jamur maitake pada 1983. Ketika itulah pertama kalinya jamur maitake dibudidayakan di luar habitat aslinya di alam.
“Perlu waktu penelitian dua tahun hingga bisa membudidayakan jamur maitake di luar habitat. Dua puluh tahun lalu setiap polibag hanya mampu menghasilkan 740 g jamur maitake, kini meningkat menjadi rata-rata 880 g,” ujarnya. Bobot sebuah polibag rata-rata 2.900 gram. Artinya Biological Efficiency Ratio (BER) mencapai 30%, hampir sama dengan BER jamur tiram di Indonesia. (Imam Wiguna)