Bukan bermaksud menyombong bila kini Thailand disebut sebagai kiblat aglaonema. Di sinilah surga buat para penggemar ratu tanaman hias daun itu mendapat varietasvarietas terbaru. Siamese rainbow menyebar tidak hanya ke negaranegara tetangga di Asia, tapi merambah hingga Amerika Serikat.
Tiga jenis terbaik yang dihasilkan salah satu penyilang di Bangkok—Pramote Rajruangsong—menjadi koleksi Sultan Brunei Darussalam. Aglaonema Thailand pun banyak dibeli penggemar dari Indonesia. Sementara pada tahun ini (2004, saat wawancara, red) saya membantu mematenkan 2 jenis terbaru yang dibeli oleh perusahaan di Amerika Serikat. Itu bagus untuk memperluas pasar.
Mengapa aglaonema Thailand menjadi begitu hebat? Itu lantaran jumlah penyilang, penangkar, nurseri pembesar, dan hobiis yang terlibat begitu banyak. Saat ini jumlahnya mencapai 65 orang yang tergabung dalam Ornamental Plant Variety Developed Club. Klub itu sebenarnya menaungi tanaman hias lain, tapi untuk saat ini masih difokuskan pada aglaonema.
Periode 2
Salah satu fungsi klub ialah menyebarkan berbagai teknologi untuk mendukung pengembangan aglaonema. Misal, para penyilang dididik untuk melakukan hibridisasi. Mereka diberi pengetahuan tentang memilih induk yang baik sehingga dihasilkan jenis-jenis baru yang lebih berwarna ketimbang 20–25 tahun lalu.
Pada periode itu aglaonema memang sempat populer. Namun, popularitasnya menurun lantaran pilihan jenis sangat terbatas. Waktu itu aglaonema cuma berwarna hijau. Jenis yang sempat menjadi primadona ialah sitiporn hasil silangan Sitiporn Donavanik pada 1970-an. Kemudian muncullah pride of sumatera hasil silangan Gregori Hambali. Itulah aglaonema pertama yang berwarna merah. Benar-benar penemuan yang spektakuler. Itu memacu semangat para penyilang untuk menghasilkan jenisjenis seperti itu. Memasuki periode 2 tren di Thailand pada 2000, menghasilkan aglaonema berwarna merah menjadi target utama.
Periode 2000—2002 merupakan masa-masa keemasan. Saat itu muncul puluhan pemain baru. Pada awal pembentukan klub hanya ada 30 anggota, kini melonjak menjadi 65 orang. Semua terspesialisasi sesuai keahlian yang dimiliki: penyilang, penangkar, pembesar. Masyarakat Thailand yang gemar memelihara tanaman jadi pembeli potensial. Hasil dari industri hulu ditampung oleh para hobiis di sektor hilir. Itu kunci sukses Thailand menjadi raja aglaonema.
Dengan ilmu yang didapat dari klub, para penyilang melakukan berbagai uji coba untuk mendapatkan jenis-jenis baru. Apalagi sudah menjadi budaya kerja masyarakat Thailand untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik sebagai persembahan kepada Raja dan Ratu. Percepatan pertumbuhan jenisjenis baru kian pesat lantaran ada dukungan dari pihak perguruan tinggi. Hasil silangan para peneliti diuji coba di kebun-kebun para penangkar. Setelah sukses lalu disebarkan kepada pemain lain. Dalam menyilangkan jenis-jenis baru pun pihak perguruan tinggi kerap bekerjasama dengan penyilang senior.
Indonesia lebih baik
Dari tangan penyilang, aglaonema dibeli oleh penangkar dan nurseri pembesar untuk diperbanyak. Lantaran jumlahnya puluhan dengan cepat jumlah aglaonema pun berlipat. Apalagi belakangan 2 perusahaan berhasil memperbanyak aglaonema dengan teknik kultur jaringan.
Untuk mempopulerkan jenis baru klub pun kerap menyelenggarakan kontes. Setidaknya ada 3 kontes besar yang masing-masing melombakan 18—20 kategori, misal single plant, tanaman kelompok, tanaman induk, serta berdasarkan warna. Pembagian itu supaya kompetisi berjalan lebih adil. Para penyilang, penangkar, dan hobiis pun terpacu untuk berlomba. Tak heran setiap kompetisi diikuti minimal 150 pohon. Selain itu, para penyilang pun rajin memperkenalkan jenis-jenis terbaru yang dihasilkan melalui internet. Hampir setiap nurseri memiliki website sendiri.
Semestinya di Indonesia perkembangan aglaonema baru bisa lebih pesat. Indonesia punya potensi indukan yang baik— Aglaonema rotundum–yang di Thailand tidak bisa hidup dengan baik. Dari bahan itu hasilkan sesuatu yang benar-benar lain dengan yang ada di Thailand.
Namun, para pemain di Indonesia mungkin tidak cukup sabar untuk menyilang-nyilangkan jenis baru. Buktinya kini hanya Greg yang bertahan. Maklum tingkat keberhasilan mendapatkan yang bagus memang kecil, hanya 1%. Sementara untuk menghasilkannya minimal menghabiskan waktu 3 tahun. Itu juga sebabnya harga aglaonema sangat mahal.
Toh, sebenarnya kita tidak perlu melakukan semuanya. Kalau sekarang hibridisasi sudah berkembang di Thailand, Indonesia mungkin memilih menjadi spesialis perbanyakan. Iklim yang tropis sangat cocok untuk pertumbuhan aglaonema.***
*) Ketua Ornamental Plant Variety Developed Club, asisten profesor pada Biotechnology for Crop Improvement, Kasetsart University, Thailand