Trubus.id— Program penanaman tumpang sari sawit tengah digalakkan bagi pekebun sawit swadaya. Kelompok Tani Sido Makmur di Desa Kumain, Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, sudah menerapkan tumpangsari sawit dengan aneka tanaman sayur. Mereka mengelola kebun seluas 20 ha.
Kelompok Tani Sido Makmur itu menanam 600 tanaman terong ungu, 600 tanaman cabai rawit, 2.700 tanaman cabai merah, 400 tanaman peria, 560 tanaman gambas, dan 1.000 tanaman kacang panjang. Kelompok tani itu menghasilkan omzet Rp97,9 juta per tahun dari perniagaan aneka komoditas itu.
Menurut Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Warsono, bahkan pemerintan provinsi melalui dinas terkait memberikan bantuan benih. Di perkebunan milik PT Perkebunan Nusantara dan perusahaan swasta lahan kosong saat tanaman belum menghasilkan (TBM) biasanya berisi Pueraria javanica (PJ).
Itu jenis tanaman kacang-kacangan (Leguminosae) yang menjalar di lantai kebun sebagai tumbuhan perintis. Para pekebun swadaya biasanya tanpa pendapatan pada masa TBM. “Oleh sebab itu, mereka memanfaatkan lahan di kebun untuk tumpang sari atau menyewa lahan di kebun orang lain,” kata Warsono.
Menurut peneliti Pusat Penelitian Kelapa Swit, Zulfi Primasani Nasution, M.Si., pekebun dapat melakukan tumpang sari pada luasan berbeda tergantung umur sawit. Pada tanaman sawit berumur 0—1 tahun, luasan kebun yang ditanami 50—80%, umur 1—2 tahun 35—50%, dan umur 2—3 tahun 15—35%. Hal yang harus diperhatikan pada sistem tumpang sari yakni defisiensi hara pada TBM.
Defisiensi hara muncul akibat perubahan status kesuburan hara, tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi tanaman utama dan tanaman sela, serta kompetisi hara antara kedua komoditas. Pastikan bahwa penerapan pola tanam tumpang sari tidak menurunkan performa vegetatif TBM seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter bonggol.
Tidak adanya perbedaan pada parameter pertumbuhan vegetatif sawit menandakan bahwa interaksi persaingan unsur hara dengan tanaman tumpang sari tidak terjadi. Hal itu juga menandakan bahwa gejala defisiensi hara pada tanaman tidak ada.
Dengan begitu dapat dikatakan unsur hara untuk sawit dengan tanaman tumpang sari cukup bagi pertumbuhan keduanya. Oleh karena itu, Zulfi menyarankan agar pekebun juga memberikan bokashi atau pupuk organik untuk mendukung kesuburan tanah, kebutuhan hara, serta pertumbuhan tanaman tumpang sari dan sawit.
Hasil penelitian ilmiah menunjukkan aplikasi bokashi meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi dari beberapa tanaman hortikultura dan sawit. Hal itu cerminan dari tercukupinya hara tanaman.