
Pendapatan perempuan peternak patin hingga puluhan juta per bulan. Tetap menjadi ibu rumah tangga.

Siti Nikmaziyah bukan ibu rumah tangga biasa. Selain mengurus keluarga, Siti pun berprofesi menjadi peternak dan pemasok benih patin. Warga Desa Bendiljati Wetan, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, itu mesti mengalokasikan waktu hingga 6 jam setiap hari untuk memberi pakan, menguras kolam, mengemas benih, dan menjual ikan.
Aktivitas Siti yang lumayan padat itu sepadan dengan pendapatannya. “Perikanan sangat menjanjikan. Kerja santai, tapi pendapatan sangat besar. Saya mengantongi untung minimal Rp20 juta setiap bulan,” kata alumnus Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Diponegoro Tulungagung itu.Penghasilan itu berasal dari penjualan 5—7 ton patin berukuran rata-rata 7 ons saban bulan.
Menguntungkan
Menurut Siti sekitar 50% hasil panen itu untuk memasok pabrik filet (potongan tipis daging ikan tanpa tulang), sedangkan sisanya ke pasar. Meski harga patin untuk pabrik filet kadang lebih mahal, Siti tidak tergiur menjual semua Pangasius hypophthalmus ke tempat pengolahan itu. Musababnya banyak pedagang di pasar yang juga meminta pasokan patin. Ia menjaga hubungan baik dengan kedua pemasok sehingga semua pihak diuntungkan.
Diterimanya ikan produksi Siti ke pabrik filet bukti patin itu berkualitas prima. Pabrik filet tidak sembarangan menerima satwa air yang masuk 10 besar ikan paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat pada 2009 itu.Tempat itu hanya menerima patin berukuran 0,6—1,2 kg, berdaging putih, dan tidak berbau lumpur. Siti mengatakan kapasitas produksi itu belum menenuhi permintaan yang datang.
Jika ia memproduksi 1 ton patin per hari pun pasti terserap pasar. “Saat ini pasar patin sangat besar. Pabrik filet paling banyak menyerap patin,” kata perempuan berumur 47 tahun itu. Sebetulnya Siti berencana menambah kolam, tapi modal tidak memadai. Untuk membikin kolam di lahan sekitar 1.800 m2 diperlukan biaya hampir Rp1 miliar. Itu termasuk pembelian lahan yang merupakan biaya terbesar.
Tentu saja harga selangit itu menyesuaikan luasan kolam. Kini Siti mengelola 15 kolam yang tersebar di 3 lokasi berbeda di Desa Bendiljati Wetan. Meski masa pemeliharaan patin 6—7 bulan, Siti mengatur waktu penebaran benih sehingga panen ikan setiap bulan.

Selain patin ukuran konsumsi, sumber pendapatan Siti juga berasal dari penjualan benih patin. “Saya menjual sekitar 700.000 benih patin seharga Rp170—Rp300 per ekor per bulan. Harga tergantung dari ukuran,” kata anak bungsu dari tujuh bersaudara itu.
Kaum perempuan
Sebetulnya Siti tidak membenihkan ikan air tawar itu. Ia membeli benih dari peternak di Bogor, Jawa Barat, lalu membesarkannya selama 2—6 pekan. Ia juga memasok telur gurami asal Purwokerto, Jawa Tengah, sejak 2000. Ia pun menjual beragam ikan hias seperti manfish dan synodontis saban bulan.
Dari keuntungan bisnis patin dan ikan lainnya Siti memiliki tanah, rumah, dan melaksankan haji pada 2017. Siti tidak sendirian menikmati keuntungan bisnis perikanan seperti patin. Pada 2000 ia membentuk Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mina Lestari yang beranggotakan ibu-ibu yang suaminya bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
“Tujuannya agar para ibu itu lebih produktif,” kata perempuan kelahiran Tulungagung itu. Gayung pun bersambut. Kini terdapat 35 anggota Pokdakan Mina Lestari, sebelumnya hanya 20 orang. Komoditas utama kelompok itu patin. Atas keberhasilan menggerakkan Pokdakan itu, Siti pun mendapatkan penghargaan sebagai Penggerak Wanita untuk Pembudidaya Ikan Tahun 2012 dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Provinsi Jawa Timur.

Kesuksesan Siti memelihara patin tidak datang dalam semalam. Beragam tantangan ia hadapi sehingga berhasil seperti sekarang. Siti merugi ketika membesarkan patin untuk konsumsi pada 2005. Saat itu harga patin Rp8.000—Rp9.000 per kg. Tak pikir panjang, ia pun berhenti membudidayakan ikan komoditas unggulan budidaya di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi itu. Pada 2008 ia kembali membesarkan patin lantaran banyak permintaan hingga kini. Berkat patin kehidupan Siti relatif jauh dari prihatin. (Riefza Vebriansyah)