Trubus.id— Kalak biu merupakan tumbuhan liar berkayu yang menyandarkan batangnya pada pohon lain di hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali.
Secara umum memperbanyak tumbuhan liar seperti kalak biu agak sulit karena belum tersedia informasi ilmiah yang mendukung. Hal itu berbeda dengan perbanyakan tanaman budidaya yang sering dibudidayakan.
Kendati demikian, keberadaan kalak biu sejatinya perlu dilestarikan. Hal ini karena manfaat yang dibawa oleh tanaman kalak biu. Air rebusan akar dan kulit batang tanaman kerabat sirsak itu berkhasiat menguatkan kesehatan ibu-ibu setelah melahirkan.
Sementara buah yang bercita rasa masam manis berfaedah sebagai obat demam. Spesies dari marga Uvaria itu juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit inflamasi.
Peneliti di Kelompok Riset Ekofisiologi, Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya & Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Ir. Albert Husein Wawo, M.Si., mencoba melakukan perkecambahan kalak biu mulai April 2022.
“Saya dan tim mendapatkan buah kalak biu dari Provinsi Bali,” kata Albert.
Albert mencuci biji sampai bersih dan mengeringanginkannya dalam ruangan selama sehari. Sebagain biji tersimpan dalam botol yang disimpan dalam inkubator bersuhu 10°C. Sisanya biji direndam dalam air agar mendapatkan biji yang baik.
Setelah itu Albert dan tim mengecambahkan biji pada nampan (tray) yang berada di rumah kaca. Penyiraman 2 hari sekali untuk mempertahankan kelembapan media semai (kotoran kuda terfermentasi).
Sayang, cara itu belum berhasil. Tidak sebiji pun yang berkecambah setelah penantian selama 3—4 bulan. Bahkan, hingga akhir tahun 2022 pun tidak ada biji yang tumbuh. Albert lalu membawa pulang biji kalak biu yang selanjutnya ditanam dalam pot dan diletakkan di bawah tabulampot mangga.
Selang 3 bulan, 2 dari 5 biji itu berkecambah. Mengapa biji yang dibawa ke rumah berkecambah? Setelah melakukan evaluasi, Albert menduga intensitas sinar matahari yang tinggi menghambat perkecambahan biji kalak biu.
Penelitian perkecambahan biji kalak biu pun dimulai lagi. Sebelumnya Albert merendam biji kalak biu dengan asam giberelin, menyemai bij pada nampan, dan memberi naungan jaring. Hasilnya sekitar 20% biji berkecambah. Sementara biji tanpa naungan, gagal berkecambah.
Tingkat perkecambahan belum mencapai 50%, tetapi suatu cara untuk menumbuhkan biji kalak biu telah diperoleh. Secara umum perkecambahan dipengaruhi oleh kualitas biji dan faktor lingkungan seperti ketersediaan air, suhu, sinar matahari, dan udara.
Air merupakan kebutuhan utama biji untuk metabolisme dan perkecambahan. Air merembes ke dalam biji melalui kulit biji. Kulit biji yang tebal dan keras menyulitkan imbibisi air dari luar masuk ke dalam biji.
Lebih lanjut, menurut Albert, air dalam biji membantu pelarutan zat-zat dalam jaringan cadangan makanan menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Selanjutnya senyawa itu diangkut ke embrio dan merangsang pertumbuhan embrio melalui perpanjangan calon akar dan calon tunas batang yang menembus kulit biji.
“Kulit biji kalak biu agak tebal sehingga imbibisi air dari luar ke dalam biji membutuhkan waktu agak lama yang berdampak juga pada kecepatan perkecambahan biji. Melalui pelukaan pada kulit biji air dari luar bisa lebih mudah masuk ke dalam biji,” paparnya.
Menurut Albert umumnya kadar air untuk perkecambahan 30—40 % dari bobot kering biji. Suhu merupakan faktor luar yang memengaruhi kecepatan perkecambahan. Alasannya suhu berpengaruh pada aktivitas enzim-enzim yang bekerja dalam metabolisme biji.
Pengaruh sinar matahari terhadap perkecambahan biji-biji tumbuhan hutan sangat bervariasi. Ada yang memerlukan sinar matahari dalam jumlah banyak, sedikit, dan tanpa sinar matahari.
Malahan ada jenis tumbuhan yang bijinya dapat berkecambah di tempat terang dan gelap. Kemungkinan kalak biu membutuhkan intensitas sinar matahari 40—50% sesuai hasil percobaan.
“Jadi, intensitas sinar matahari rendah berpengaruh pada perkecambahan biji-biji kalak biu,” tutur Albert.
Albert mengatakan udara di sekitar lokasi penyemaian biji juga berpengaruh terhadap perkecambahan biji. Ada 3 komponen gas di udara yaitu oksigen sebanyak 20%, karbon diokasida (0,03%), dan nitrogen (80%).
Oksigen biasanya merangsang perkecambahan, karbon diokasida menghambat perkecambahan, sedangkan nitrogen tidak berpengaruh. Biji berkulit keras dan tebal seperti biji kalak biu menyulitkan masuknya udara dan air ke dalam biji.