Pasar melon premium hasil budidaya hidroponik terbuka. Para pekebun memperluas rumah tanam.
Ir. Yoga Purnomo rutin memanen 5,5 ton melon chamoe per bulan. Melon sebanyak itu ludes terjual ke pasar supermarket premium di Jakarta dan sekitarnya dalam sekejap. Pekebun melon hidroponik di Kota Bekasi, Jawa Barat, itu menikmati harga Rp55.000—Rp65.000 per kilogram. Bobot chamoe rata-rata 250—600 gram per buah. Sekilogram terdiri atas 2—3 buah. Hasil perniagaan melon itu memberikan omzet minimal Rp302 juta sebulan.
Harap mafhum, Yoga memang memilih pangsa pasar khusus menengah ke atas. “Pembelinya memang kebanyakan orang Korea yang tinggal di Indonesia,” kata petani melon hidroponik sejak 2018. Chamoe melon asal Korea Selatan. Yoga menuturkan, pasokan 4,5—5,5 ton per bulan itu masih belum memenuhi permintaan total konsumen. “Permintaan melon chamoe untuk Jakarta dan sekitarnya mungkin di kisaran 7—8 ton saban bulan,” katanya.
Pasar melon
Yoga Purnomo mengelola sebuah greenhouse di atas lahan 1.000 m². Populasi mencapai 3.520 tanaman. Selain itu ia bermitra dengan tujuh petani plasma antara lain Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Yoga dan mitra mengelola greenhouse atau rumah tanam 15.000 m². Ia mengatur penanaman agar panen berkesinambungan. Menurut Yoga benih melon chamoeterdapat di Indonesia. Namun, benih yang digunakan Yoga dan mitra diimpor dari Korea Selatan. Tujuannya menjaga mutu produk tetap unggul.
Semua mitra Yoga bisa memenuhi standar mutu produk hingga 90%. Pasar premium memang mengisyaratkan kriteria khusus, antara lain tingkat kemanisan minimal 14o briks, bobot seragam 300—650 gram per buah, kulit mulus, dan bentuk buah lonjong sempurna. “Mengonsumsi melon bagi orang Korea Selatan bisa dibilang sudah membudaya. Apalagi melon chamoe salah satu buah khas asal negeri ginseng itu,” kata Yoga.
Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, konsumen rela membayar harga sedikit lebih mahal demi mengobati rasa kangen mencicipi buah khas Korea Selatan itu. Menurut Yoga rumah tanam 1.000 m² menghasilkan 1,2—1,5 ton melon chamoe per bulan. Satu tanaman menghasilkan 700 g melon dengan jumlah rata-rata 2 buah per sekali panen.
Artinya populasi di rumah tanam 1.000 m2 berkisar 3.000—4.000 tanaman. Total masa budidaya 65—74 hari, termasuk 14 hari masa semai. Yoga mengatakan, biaya produksi melon chamoe mencapai Rp 18.000 per kilogram. Sebuah tanaman menghasilkan 2 buah melon eksklusif rata-rata berukuran 350 gram sehingga menelan biaya Rp 12.600. Petani hidroponik sejak 2018 tidak sendiri menikmati omzet besar berniaga melon eksklusif.
Menurut Yoga melon premium mengacu pada buah melon hasil budidaya hidroponik, jenis khas, tingkat kemanisan relatif tinggi atau berkisar 14—17° briks (melon hasil budidaya konvensional hanya 9—12 o briks), tampilan bagus, bobot 300—650 gram per buah, dan ukuran relatif seragam. Dua tahun terakhir beberapa pekebun membudidayakan melon premium atau bermutu tinggi seperti melon amaime, hamigua, golden, tuscany, dan melon inthanon.
Pekebun melon premium di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kabul Pamudji mengusahakan kelima jenis melon itu. Ia rutin memasok beragam jenis melon eksklusif ke pasar swalayan di Jakarta dan Bali. Harga jual beragam melon premium itu rata-rata Rp40.000—Rp60.000 per kilogram. Bobot satu buah rata-rata 1 kg. Kabul mengelola 31 unit rumah tanam dengan luas rata-rata 1.100 m2 per greenhouse. Total luas sekitar 33.000 m².
Lokasinya terpisah di Kabupaten Semarang dan Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kapasitas produksinya 12 ton per pekan. Padahal, pasar menghendaki lebih besar yakni 15—17 ton setiap pekan. Menurut Kabul untuk memasok rutin 1 ton melon sepekan seorang pekebun memerlukan 3 greenhouse berukuran sama (1.100 m²). Pekebun melon hidroponik sejak 2014 itu masih berupaya menambah luasan rumah tanam untuk memperbesar kapasitas produksi.
Makin tren
Ahli agribisnis dari Universitas Padjadjaran Dr. Iwan Setiawan, mengatakan bahwa kian banyak yang mengusahakan melon eksklusif karena adanya permintaan melon premium. Selain itu ada perubahan gaya hidup masyarakat, terutama di perkotaan. Bobot melon-melon eksklusif itu relatif kecil (rata-rata hanya 250—1.000 gram) dibandingkan melon sebelumnya yang mencapai 2—2,5 kg per buah. Masyarakat menyantap habis sebuah melon karena ukuran relatif kecil, tanpa menyisakan untuk hari berikutnya.
Tampilan melon eksklusif yang apik mendorong masyarakat menjadikannya sebagai cendera mata pada hari tertentu seperti Lebaran, Natal, Tahun Baru, atau Imlek. Business Development Manager PT Laris Manis Utama, Vendi Tri Suseno, mengatakan, melon premium memiliki pangsa pasar tersendiri. Sebab, harga jual melon tinggi dan akan sulit jika pasar yang dibidik bersaing dengan melon konvensional.
Menurut Vendi PT Laris Manis pun turut ambil bagian dalam mengisi pasar melon premium. Namun, ceruk pasarnya belum sebesar melon kualitas menengah. Vendi mencontohkan, jika serapan melon premium 100—200 kg per pekan, serapan melon menengah sembilan kali lebih besar. Vendi menuturkan melon hasil budidaya hidroponik memiliki kelebihan dari produksi seragam dan kemulusan kulit.
“Cara lain mengoptimalisasi agar ada nilai tambah bisa mengubah bentuk melon tidak sekadar bulat,” katanya. Membentuk melon menjadi kotak atau berbentuk hati bisa jadi kelebihan lain pasar melon premium. Berbentuk kotak memiliki kelebihan mudah dipotong, adapun berbentuk hati bisa untuk mengisi pasar khusus misalnya saat perayaan Valentine.
Yoga mengatakan, pangsa pasar melon chamoe termasuk blue ocean market alias pasar besar dengan sedikit pesaing. Namun, butuh kerja keras saat pertama merintis “pasar laut biru” itu. Pensiunan perusahaan penyedia mesin konstruksi dan alat berat di tanah air itu mencontohkan, saat merintis pada 2018 pangsa pasar melon eksklusif belum terbentuk. Ketika itu melon hasil budidaya hidroponik bersaing dengan melon konvensional.
Menurut Yoga melon salah satu buah yang memiliki rentangan harga jual jauh antara yang termahal dan termurah. Contoh harga termurah Rp16.000 per kilogram dan harga premium Rp67.000 per kilogram. Tentu yang membedakan adalah kualitas produk. Permintaan melon secara umum di Jakarta dan sekitarnya masih didominasi pangsa pasar menengah dengan harga Rp16.000—Rp30.000 per kilogram. Persaingan di pangsa pasar “tradisional” juga tinggi.
Salah satu alasan Yoga memilih pangsa pasar melon premium karena pemain masih relatif sedikit dan permintaan tinggi. “Tantangannya menjaga pasokan dan mutu produk agar disenangi konsumen,” katanya. Pada 2020 seiring dengan makin tumbuhnya gaya hidup sehat dan edukasi konsumen, pasar melon premium kian tumbuh. “Tidak terpengaruh pandemi,” kata Yoga menggamabarkan pasar melon eksklusif selama pandemi korona.
Konsumen dan pasar swalayan kian paham mutu buah hasil budidaya hidroponik lebih baik dibandingkan dengan hasil budidaya konvensional. Yoga mengatakan, “Untuk kriteria konsumen di Indonesia minimal rasanya manis pasti disenangi.” Pangsa pasar melon eksklusif tidak melulu didominasi melon chamoe.
Potensi pasar besar
Keruan saja berbsinsi melon eksklusif bukan berarti tanpa aral. Lihat saja pengalaman Irson Sylviano di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Ia menghadapi aral berupa serangan cendawan Pythium aphanidermatum di persemaian mati. Akibatnya jadwal panen pun bergeser 14 hari. Ancaman penyakit bukan hanya pada fase penyemaian. Bahkan, Yoga Purnama menghadapi serangan virus ketika tanaman pada fase vegetatif atau berumur 20 hari.
Selain itu memperoleh benih melon jenis tertentu seperti tuscany, reddish, dan daisy juga relatif sulit. Harap mafhum, di pasar domestik belum menyediakan varietas-varietas itu. Itulah sebabnya Kabul mengimpor benih melon itu. Hal lain biaya investasi rumah tanam atau greenhouse relatif tinggi. Ir. Yos Sutiyoso di Jakarta yang acap menjadi konsultan mengatakan, biaya pembangunan greenhouse berkerangka baja ringan mencapai Rp1 juta per m2.
Namun, jika petani mampu mengatasi beragam hambatan, berpotensi menangguk laba besar seperti pengalaman Stefanus Rangga Santoso. Pekebun melon eksklusif di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, itu mengubah sawah 1,3 hektare menjadi rumah tanam melon pada 2018. Di lahan itu berdiri 18 rumah tanam. Adapun populasi 1.400—1.800 tanaman per rumah tanam. Setiap tanaman menghasilkan 2 buah rata-rata berbobot 1,2—1,4 kilogram per buah (baca: Fulus Melon dari Kudus halaman 18-19).
“Per 500 m2 hasil panen sekitar 3,7—4 ton melon,” kata pemilik Laguna Greenhouse Farm itu. Menurut Rangga produksi 3,7—4 ton melon per 500 m² berselang 20 hari itu selalu terserap pasar. Ia beromzet Rp148 juta—Rp 160 juta per 20 hari hasil berniaga melon. Andai ia meningkatkan kapasitas produksi hingga 50% pun masih terserap. “Terpenting menjaga kualitas dan kontinuitas pasokan,” kata pekebun melon hidroponik sejak 2018 itu.
Menurut pekebun di Bandung, Jawa Barat, Irson Sylviano, pasar melon premium amat besar. Itu terbukti dari serapan tinggi konsumen melon hasil produksi hidroponik. “Pasar sementara langsung ke konsumen, memenuhi permintaan kolega, kerabat, dan teman pun selalu terserap habis,” kata pemilik Gracia Farm itu. Pekebun hidroponik sejak 2016 menekankan, jika mutu buah baik pasti konsumen akan datang sendiri mencari ke kebun.
Kriteria panen ideal, buah mulus, berbentuk sempurna atau simetris, beraroma harum, dan tingkat kemanisan minimal 14° briks. “Aroma harum menjadi nilai tambah yang disenangi konsumen,” kata Irson yang memilih jenis honey atau melon madu dan dalmatian atau galaxy. Setiap tanaman rata-rata menghasilkan 2 buah melon berukuran 1 kilogram per buah. Harga jual rata-rata Rp50.000 per kilogram. (Muhamad Fajar Ramadhan/Peliput: Sinta Herian Pawestri)