Trubus.id—Tepung modified cassava flour (mocaf) atau tepung singkong termodifikasi memiliki potensi untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Agroindustri ORPP, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Widowati menuturkan penggunaan tepung mocaf pada industri semakin meningkat. Namun, Indonesia masih belum mampu mensubtitusi penggunaan terigu lebih dari 10%.
Ia mengungkapkan salah satu kendala utama yakni ketidakstabilan mutu tepung kasava terfermentasi itu. Musababnya mutu tepung mocaf sering tidak konsisten.
“Hal ini menjadi kendala bagi industri pangan, terutama pada skala besar, karena memengaruhi kualitas produk olahan yang dihasilkan,” ujarnya dilansir pada laman BRIN.
Selain itu, tepung mocaf belum memiliki klasterisasi yang jelas dan kesesuaian dengan jenis produk akhir itu. Kendala lain persaingan mendapatkan pasokan bahan baku berkualitas yang ketat.
Ia menuturkan bahan baku mocaf di pasaran umumnya menggunakan ubi kayu jenis manis dengan HCN < 50 ppm. Jenis itu lazimnya juga untuk konsumsi harian rumah tangga atau membuat penganan tradisional.
Lebih lanjut ia menuturkan harga ubi kayu jenis manis lebih tinggi dari ubi kayu jenis pahit sedang. Keruan saja berdampak pada biaya produksi tepung mocaf.
Maka dari itu terdapat riset pengembangan starter fermentasi tepung kasava yang sesuai untuk bahan baku ubi kayu jenis pahit sedang.
“Klasterisasi tepung kasava diperlukan sebagai acuan bagi pengguna, termasuk industri pangan, UMKM, dan rumah tangga, dalam memilih tepung sesuai dengan jenis produk akhir yang diinginkan,” ujarnya.
Menurut Sri pemanfaatan ubi kayu jenis pahit sedang (HCN 50—100 ppm) dapat memberikan segmen tersendiri dengan rendemen pati yang lebih tinggi. Harapannya perkembangan pada sisi hulu itu turut memacu produksi ubi kayu dan meningkatkan nilai komoditas pangan lokal.