Para peternak patin dapat mengolah patin menjadi filet untuk menutupi pasokan impor.
Jumlah kebutuhan filet patin—irisan daging tipis, tanpa tulang— Indonesia mencapai 400 ton per bulan pada 2011. Untuk memenuhi kebutuhan filet itu perlu pasokan 1.200 ton patin utuh per bulan. Sayangnya kebutuhan filet itu 90% dipenuhi oleh Vietnam.

Kabar gembira datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada 2011 Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) nomor 15 tahun 2011 yang melarang impor produk filet patin. Itu menjadi peluang bagi para peternak patin di tanah air untuk mengisi kekosongan pasokan impor.
Periset Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Arif Satria, dalam jurnal Albacore terbit pada Oktober 2017, memperkirakan pada 2017 konsumsi filet patin dalam negeri sekitar 600—700 ton per bulan. Data KKP menyebutkan pada 2015 terdapat 8 perusahaan yang memproduksi filet patin. Jumlah produsen itu bakal terus bertambah. Peternak patin di Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kemat Kartodinomo, kini bersama investor mempersiapkan pabrik pengolahan filet patin di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor.
“Pabrik itu nantinya membutuhkan pasokan 10 ton patin segar per hari,” tuturnya. Menurut Kemat meski saat ini produsen filet patin didominasi oleh perusahaan besar, sebetulnya filet memungkinkan diproduksi dalam skala rumahan. Untuk membuat filet tidak memerlukan peralatan canggih (lihat ilustrasi). “Proses filet dilakukan secara manual. Hanya perlu keterampilan,” ujar pria 57 tahun itu.
Nirlimbah
Kemat menuturkan, dalam membuat filet perlu pasokan patin berbobot minimal 1 kg per ekor—hasil budidaya selama 8 bulan bila ukuran benih saat tebar 3 inci atau 7—8 cm. Dari seekor patin berbobot 1 kg menghasilkan sekitar 300 g filet. Meski jumlah filet yang dihasilkan hanya 33% dari total bobot ikan, produsen filet dapat memanfaatkan limbah.
Menurut Kemat limbah bagian kepala masih laku dijual sebagai bahan sup ikan. Adapun potongan tulang, sirip, dan ekor dapat diolah menjadi tepung tulang ikan yang sebagai bahan baku pakan. Potongan-potongan daging sisa juga dapat diolah lagi menjadi surimi atau daging ikan cincang sebagai bahan baku makanan. “Jadi industri filet itu tidak menghasilkan limbah,” ujarnya.
Untuk menghasilkan filet berkualitas, daging patin yang dihasilkan idealnya berwarna cenderung putih. Kualitas itu diperoleh bila peternak membudidayakan patin pada kondisi air yang bagus. “Air harus mengalir dan sumber air yang digunakan tidak tercemar,” ujarnya. Air yang tercemar menyebabkan filet daging patin menjadi kekuningan. (Imam Wiguna)