Saturday, July 19, 2025

Kiat Tingkatkan Kualitas Minyak Cengkih

Rekomendasi

Trubus.id – Menurut Prof. Dr. Widayat, S.T., M.T., Guru Besar Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, permasalahan utama industri penyulingan minyak cengkih adalah mutu produk yang belum sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Salah satu indikator utama kualitas adalah kadar eugenol yang rendah serta warna minyak yang cenderung cokelat kehitaman.

Eugenol merupakan senyawa aktif yang banyak dimanfaatkan di industri makanan dan obat-obatan. Senyawa ini berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.

Industri makanan memanfaatkan eugenol untuk pengawetan alami, sehingga bisa menggantikan pengawet sintetis. Produk dengan eugenol dinilai lebih aman karena berasal dari bahan alami.

Sayangnya, kualitas minyak cengkih masih rendah karena proses penyulingan menggunakan alat konvensional. Alat tersebut biasanya hanya berupa tungku plat besi, yang kurang mampu menjaga mutu minyak asiri.

Kapasitas penyulingan yang terlalu besar membuat proses sulit dikendalikan. Tekanan tinggi hingga 2—3 atmosfer menyebabkan suhu meningkat dan menghasilkan bau sangit pada minyak.

Selain itu, bahan baku sering kali memiliki kadar air tidak seragam karena proses pengeringan hanya dijemur 2—3 hari. Penentuan kesiapan bahan baku pun sering kali hanya berdasarkan intuisi, bukan analisis ilmiah.

Padahal, kadar air sangat mempengaruhi durasi penyulingan dan kualitas minyak yang dihasilkan. Jika kadar air berlebih, maka kadar eugenol dalam minyak menjadi rendah.

Menurut Prof. Widayat, kadar eugenol dapat ditingkatkan dengan penggunaan bleaching earth. Bahan ini berfungsi mengurangi pengotor dalam minyak nabati dan terdiri dari kaolin, karbon aktif, dan bentonit.

Hasil uji menunjukkan bahwa penggunaan bleaching earth mampu meningkatkan kadar eugenol dari 79,66% menjadi 82,22%. Peningkatan ini cukup signifikan dalam mendekati standar mutu SNI.

Selain itu, asam sitrat juga terbukti meningkatkan kualitas minyak cengkih. Penelitian Widayat bersama Hadiyanto dan Hantoro Satriadi membuktikan hal tersebut.

Mereka menguji minyak cengkih dari klaster minyak asiri di Kabupaten Batang yang hanya memiliki kadar eugenol 75%. Angka ini masih di bawah standar SNI yang mensyaratkan kadar eugenol minimal 78%.

Dalam riset itu, minyak dimasukkan ke tangki berpemanas dan berpengaduk yang berkapasitas 50—100 kg. Tangki ini dilengkapi empat buah impellar yang dipasang 5 cm dari dasar dan digerakkan motor 1,5 PK.

Sistem pengaduk bekerja menggunakan pulley agar tidak terhubung langsung dengan motor. Pemanasan dilakukan dengan kompor gas yang dilengkapi pengukur suhu untuk menjaga kestabilan temperatur.

Widayat menambahkan asam sitrat dengan konsentrasi 0,6% hingga 10% ke dalam minyak. Pengadukan berlangsung selama 30—60 menit pada suhu 40—50°C.

Hasilnya, minyak yang diberi asam sitrat 10% tampak lebih cerah dibandingkan konsentrasi 0,6%. Hal ini terjadi karena asam sitrat mampu mengikat besi yang terikat dalam eugenol.

Selain lebih cerah, kadar eugenol meningkat dari 75% menjadi 88,41%. Angka tersebut jauh melampaui batas minimal standar SNI sebesar 78%.

Artikel Terbaru

Mahasiswa UNAIR Olah Limbah Sisik Ikan Jadi Penutup Luka

Trubus.id-Bau tak sedap dari tumpukan sisik ikan kerap menjadi masalah di sektor perikanan. Namun, siapa sangka limbah tersebut justru...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img