Trubus.id—Agrowisata berbasis kakao dan olahan cokelat menjadi cara baru dalam memasarkan hasil panen kakao. Jika potensi itu tergarap optimal, sejatinya Indonesia berpeluang menggeser Pantaigading dan Ghana serta menjadi produsen utama dunia. Apalagi dunia mengakui kualitas kakao Indonesia.
Bahkan Callebaut, produsen cokelat kelas dunia di Belgia, membuat merek Java, yang menjadi salah satu andalan mereka. Laman maya Callebaut menyebutkan Java terbuat dari kakao criollo asal Pulau Jawa. Sayang, tidak semua kakao Indonesia berkualitas setara Java.
Menurut pegiat kakao dan berbagai komoditas perkebunan dari Gamal Institute, Jakarta, Ir. Hendra Sipayung, disparitas kualitas kakao tanah air sangat lebar. “Ada kelas premium, menengah, dan rendah,” kata Hendra.
Itu tidak lepas dari minimnya perhatian pemerintah kepada segmen pasar. Ia menyoroti anjuran fermentasi di tingkat pekebun yang ramai disuarakan sejak 2008. Hingga kini masih banyak pekebun yang menjual biji basah nonfermentasi.
“Perbedaan harganya sedikit sehingga tidak signifikan bagi pekebun,” ungkap Hendra. Keruan saja kebanyakan pekebun ogah memproses selama hampir sepekan, belum ditambah kerepotan memfermentasi tanpa hasil sepadan.
Saat harga kakao dunia merosot pemrosesan produk akhir menjadi salah satu solusi yang menguntungkan. Salah satu olahan kakao yakni butiran kakao atau cocoa nibs poduk itu menjadi tren baru cara mengonsumsi cokelat di negara maju.
Padahal pembuatannya sederhana. Produsen tinggal memanggang biji kakao terfermentasi lalu menumbuk menjadi kepingan kecil. Syaratnya kakao berkadar air maksimal 7% melalui penjemuran. Masukkan hasil sangraian itu ke kemasan cantik, lalu jual.
Produk unik itu memang belum tersedia di pasar umum. Namun, di lapak maya, produk itu bisa didapat dengan mudah. “Masyarakat negara maju makan cocoa nibs karena manfaat kesehatannya,” ungkap insiator gerakan Kakao Indonesia, Ir. Hendra Sipayung.
Mereka mengemil butiran kakao sambil bersantai menonton televisi atau membaca buku. Di tanah air, butiran kakao memang belum populer. Menurut Hendra, anggapan bahwa cokelat selalu manis kadung tertancap di benak sebagian besar orang Indonesia.
Kebanyakan produk cokelat yang beredar juga menambahkan aroma vanili. Padahal cokelat memiliki rasa dan aroma khas. Itulah yang dihargai pehobi cokelat di negara maju.