Trubus.id—Daging kelinci kurang populer di Asia Pasifik. Meskipun begitu ekspor daging beku dari sentra-sentra kelinci di Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, dan Magelang (Provinsi Jawa Tengah) masih terus berjalan.
Di Inggris daging segar kelinci masih dijual di pasar. Daging bekunya dijual di pasar swalayan. Di Tiongkok daging kelinci disukai dalam masakan Sichuan, termasuk kepala kelinci pedas yang disamakan dengan leher bebek pedas.
Di Maroko, Afrika, kelinci dimasak dengan kismis dan badam. Dan seterusnya! Arya Aditya Rabbitry di Bandung Barat masih melayani pembelian minimal 50 ekor daging beku. Padahal awalnya ekspor kelinci hias ke Malaysia pada 2009.
“Tidak ada yang instan, semua harus melalui proses,” kata Asep Yana yang akrab dipanggil Kang Yana, kelahiran 1977.
Ia mulai dengan dua kelinci yang ditukar dengan rumput hasil “ngarit” untuk pamannya. Kini ia sukses sebagai eksportir kelinci Angora ke Prancis, Polandia, dan Belgia.
Mengaku “gaptek”—gagap teknologi karena tidak lulus SMA, Kang Yana berhasil membangun Rabbit Brothers 88. Dengan memanfaatkan media sosial (medsos) ia muncul di Kisah Juragan, ditonton ratusan ribu orang dalam satu tahun.
Kang Yana menjual anakan kelinci hias mulai dari Rp100.000 sampai Rp1,5 juta. Sementara untuk jenis German Giant dihargai Rp3 juta.
“Susah kalau ditanya omzetnya. Mungkin Rp30 juta setiap bulan. Yang penting kemauan, kesabaran, dan konsisten,” begitu pesannya.
Di Magelang, Provinsi Jawa Tengah, ada Abdi Susanto yang populer dipanggil Mas Antok, mendirikan Antok Blok Terwelu Kaliabu. Dia mengorganisasi lebih dari 200 mitra di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tidak pelak lagi Mas Antok berani mengklaim sebagai produsen kelinci pedaging terbesar di Indonesia. Ketika saya menanyakan bagaimana perkembangannya sekarang? Dia menjawab singkat, “Sedang membangun kandang untuk 30.000 kelinci.” (Eka Budianta)